Seorang wanita dengan pakaian yang rapi mulai menyapa siswa yang tengah bermain di tengah jam istirahat pertama di mulai. Sambil menyapa muridnya, dia berjalan terus sampai di ruang guru namun sebelum dia dapat mendudukkan dirinya dengan baik, seorang guru mendatanginya, “Loh, kok bu Adara ada di sini?” tegur guru itu.
Wanita yang ditegur itu jadi ikut bingung juga, “Memang ada apa yah, bu? Saya baru saja sampai di sekolah.”
“Ya ampun pantas saja, itu loh bu Adara dicariin dari tadi sama pak kepala sekolah. Ada anak murid yang harus ruang BK katanya,” jelas guru itu.
Mendengar nama kepala sekolah yang disebut, Adara jadi panik juga, dia membuka HP-nya dan ternyata tersilent. Nampaklah beberapa panggilan tidak terjawab dari kepala sekolah, “Waduh pantesan saya nggak dengar panggilan pak kepala sekolah, HP saya tidak kedengaran karena saya silent. Anak murid siapa sih bu yang harus masuk ruang BK sampai pak kepala sekolah telepon saya segitu banyaknya?” Adara tidak mengangkat telepon dari kepala sekolah sebenarnya sudah sangat gawat, pasti dia akan kena omel.
“Sudah bu, mending ibu lihat saja sendiri ke ruang BK, ayo cepat bu!” suruh guru itu.
Tanpa menunggu lagi, Adara bergegas ke ruangan BK, ruangan yang seharusnya menjadi markasnya selama di sekolah. Benar, Adara adalah seorang tenaga pengajar di sekolah itu, dia adalah guru BK. Siapa yang tidak mengenal ibu Adara Fredelia Utami? Dari awal dia masuk gerbang sekolah, seluruh sapaan untuknya sudah menjamur sebab dia adalah primadona bagi murid-muridnya karena sifatnya yang ramah dan gampang bergaul dengan siswa.
Guru BK biasanya terkesan killer tapi tidak dengan Adara yang menghukum anak muridnya dengan cara yang baik dan bijaksana sesuai dengan kesalahan yang dilakukan anak tersebut. Dia selalu berpegang bahwa segala sesuatu yang kita perbuat pasti ada konsekuensinya. Perbuatan yang salah akan mendapatkan konsekuansi yang mempunyai alasan berkaitan dengan kesalahan yang diperbuat.
Akhirnya Adara sampai di ruangannya dan benar saja sudah ada anak murid perempuan yang duduk di sana. Betapa terkejutnya Adara dengan tamu yang ditemuinya pagi itu tapi dia mencoba untuk professional. Adara duduk di kursinya di depan anak murid yang tertunduk itu, “Kamu kenapa bisa ada di sini, Maureen?” tanyanya pada murid di hadapannya.
Gadis itu awalnya hanya diam saja dan Adara dengan sabar menunggu sampai anak murid itu mau bercerita, “Saya … memukul seseorang, bu.” Pernyataan itu semakin menambah shock di wajah Adara tapi dia berusaha meredamnya.
Adara berusaha menetralkan udara di sekitar mereka agar tidak terlalu tegang, “Ada apa Maureen?”
“Maafkan saya bu, saya melakukan ini murni karena saya khilaf. Saya tidak pernah berbuat kasar bahkan mengganggu orang lain saja saya tidak pernah. Saya gelap mata karena anak itu yang duluan mengganggu saya, bu.” Saura Maureen terdengar sangat sedih, seperti seseorang yang baru saja melakukan kejahatan tingkat tinggi.
Adara menatap Maureen lamat-lamat, dia jadinya kasihan juga mendengar pengakuan anak itu. Pasalnya, Maureen Fredelina Lucy adalah anak yang terkenal sangat pintar, baik juga sopan di sekolah itu. itulah mengapa Adara tadi sempat kaget mendapati ternyata Maureen yang terduduk di sana apalagi ketika tahu kalau alasan dia masuk ruang BK adalah karena memukul murid lain.
Adara memegang tangan Maureen yang bergetar untuk menenangkannya, “Maureen, kamu harus lebih dahulu cerita sama ibu kenapa sampai kamu harus memukul temanmu. Apakah memang sudah tidak bisa dibicarakan baik-baik sampai kamu sangat marah seperti ini?”
Maureen menggeleng, “Dia selalu mengejek saya kalau saya anak haram yang tidak punya bapak, bu.” Adara terkejut lagi, benar-benar banyak yang mengejutkannya pagi ini dan dia tidak tahu antara harus kaget atau kasihan.
Adara harus jujur kalau memang dia tidak tahu harus berkata apa karena memang selama ini dia mengenal Maureen, anak ini tidak pernah membicarakan tentang ayahnya. Adara juga bukan guru yang kepo, jika itu bukan urusannya maka dia tidak akan mencari tahu data pribadi atau privasi anak muridnya.