“Kalian kenapa sih sudah nggak ada yang mau mendengarkan aku?! Apa sekarang sudah susah buat kalian untuk ikutin kemauan aku?” Mendengar suara keras ibunya membuat Maureen ladri dari kamarnya untuk melihat ke lantai bawah rumahnya.
Senyum terulas dari wajahnya karena mendapati ayahnya ternyata pulang ke rumah setelah beberapa hari tidak pulang untuk urusan kerjanya. Tapi dia ragu untuk menemui ayahnya melihat muka kedua orangnya yang sama-sama tegang. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di luar sana yang membuat mereka terlebih ibunya murka.
“Aku nggak ada niatan untuk nggak dengertin kamu, Ta! Aku ke sana itu karena aku pikir aku harus lihat Maureen pergi sekolah, aku takut saat aku sampai di rumah malah kita tidak ketemu. Aku sudah tidak ketemu dia selama beberapa hari ini karena tidak pulang dan besok aku harus kerja lagi, susah untuk bertemu di rumah. Lagipula aku juga tidak ngobrol sama siapa-siapa dan hanya berdiri di depan pagar sekolahnya, kan?” jelas Surya.
“Ayah datang ke sekolah aku?” Pembicaraan mereka terhenti karena Maureen yang akhirnya memutuskan memeluk ayahnya apalagi setelah tahu ayahnya datang ke sekolahnya.
Maureen senang karena akhirnya ayahnya sudah mengambil langkah berani untuk mendatangi sekolahnya. Biasanya bahkan ayahnya sudah tidak bisa mendekati sekolahnya dalam jarak satu meter, siapa lagi kalau bukan dari peringatan ibunya.
“Kamu tidak pikir kalau ada orang yang tiba-tiba kenal sama kamu dan bertanya untuk apa kamu di sini? Kamu mau jawab apa?! Kamua mau bilang kalau anak kamu sekolah di sini, itu yang kamu mau?!” Tacita tidak mempedulikan ayah-anak yang sedang bermesraan itu, dia masih lanjut dengan marahnya.
“Lalu kenapa sih bu, kalau ayah bilang anaknya ada bersekolah di situ memangnya kenapa? Maureen kan tidak salah apa-apa sampai tidak boleh diakui ayah sebagai anaknya.” Justru Maureen yang berani mengungkapkan isi hatinya termasuk isi hati ayahnya kepada ibunya.
Tacita semakin naik darah, “Oh begitu, sekalian saja kalian ungkap ke seluruh dunia dan seluruh wartawan akan meliput tentang keluarga kita. Pekerjaan ibu menjadi terganggu, kamu selalu diintilin ke mana-mana, semua orang menganggu kehidupan kita! Lakukan saja seperti itu dan kenyamanan kita akan terganggu, kalau sudah begitu jangan sampai kalian menyesal! Kalian urus diri kalian berdua sementara aku keluar dari rumah ini!” ancam Tacita.
Melihat keadaan yang sudah tidak kondusif, Surya mulai mendekati Tacita dengan lembut, “Sudahlah sayang, kita mengerti apa yang kamu mau dan kita minta maaf kalau sudah melakukan kesalahan. Kamu jangan marah lagi karena kalau kamu marah malah akan membuat Maureen takut dan kamu bisa sakit nanti,” nasehat Surya dengan lembut.