“Aku mohon jangan pergi. Kamu janji akan ada disisiku apapun yang terjadi,” ucap gadis yang berstatus sebagai istri dari seorang pelukis terkenal.Namun, objek yang diajak bicaranya itu malah diam seperti patung. Tak sepatah kata pun darinya yang terlontar.
Arzita Mirrabel, seorang model terkenal yang dipersunting oleh pria pelukis yang bernama Rakendra Jimmy Austin. Biasa disapa Kendra dalam dunia melukisnya. Awalnya kehidupan mereka biasa saja, karena menikah tanpa cinta. Seiring berjalannya waktu rasa nyaman dan sayang tumbuh diantara mereka. Keduanya bahkan sulit untuk dipisahkan.
“Ken, kamu dengar aku, nggak?” Zita yang tak mendapatkan jawaban itu pun merasa kesal.
Ia yang semula berdiri dihadapan sang suami, memilih untuk membelakanginya. Zita belum bisa berpikir dengan jernih mengenai perkara yang menimpa rumah tangga mereka. Gadis itu seakan lupa siapa dirinya dan apa statusnya. Sifat manja dan suka merajuk masih menjalar liar ditubuhnya.
“Mana janjimu, Ken? Janji yang pernah kau ucapkan dulu, bahwa kamu nggak akan pernah pergi dariku. Tapi, buktinya sekarang kau malah memilih pekerjaanmu dari pada aku yang berjuang untukmu. Kau pembohong Kendra, aku benci.” Zita terisak, masih dalam posisi membelakangi suaminya.
“Jawab aku! Kenapa kamu tega melanggar janji yang telah kamu buat dulu!” Zita menarik napas berat, “Kenapa kamu diam? Kamu nggak bisa jawab, kan? Kendra__” lanjutnya membalikkan badan menghadap pria itu.
“Ken, kamu di mana?” Zita bingung. Suaminya nggak ada di sana. Tangisnya terhenti, bola matanya dengan liar mencari keberadaan Kendra. Namun, sosok itu sama sekali tak ditemuinya. Hanya angin yang menyapa saat Zita membuka jendela kamarnya.
Tega. Satu kata terucap dalam hati Zita disaat dia butuh seseorang menjadi tiang untuknya berdiri, menjadi tembok untuknya bersandar, menjadi atap untuknya berlindung dari panas terik matahari dan dinginnya hujan. Ini bukan mimpi, berkali-kali dia menampar lembut pipinya, namun hanya sakit yang dirasa. Kendra benar-benar pergi meninggalkannya.
“Kendra.” Gadis itu berteriak dengan sangat keras tanpa memperdulikan orang-orang disekitarnya.
“Kendra.”
“Zita, bangun sayang, ini mama,” ucap wanita paruh baya yang berdiri disamping tempat tidur Zita. Tangannya tak lepas dari genggaman putrinya.
Zita berusaha untuk membuka matanya meski sedikit perih. Dia mengusap pelan pipinya yang sedikit memanas karena ulahnya tadi. Zita berusaha bangkit untuk mencari keberadaan suaminya, gadis itu bahkan nggak peduli dengan jarum infus yang masih berada ditangan kanannya.
“Kendra.” Lagi, nama itu selalu yang diucapkannya.
Mama Zita hanya bisa mengeluarkan air mata melihat keadaan putri semata wayangnya. Hatinya terasa sakit saat Zita bangun dan menyebutkan nama pria yang telah pergi dari kehidupan putrinya. “Zita sayang, ini mama, Nak. Mama di sini untukmu, kamu jangan sedih lagi.”
“Papa, Fisca, Keno dan juga mertuamu ada di sini. Mereka nggak pernah meninggalkanmu, Sayang.” Lanjut mamanya lagi sembari menunjuk kearah sofa sebelah kanannya. Zita menatap wajah keluarganya satu-persatu, ia rindu sekali. Entah berapa hari Zita tidak bangun dari tidurnya. Gadis itu menyadari, kini dirinya tengah berada di rumah sakit. Bau obat diruangan itu sangat menyengat dihidungnya.
“Apa yang terjadi! Kenapa aku bisa ada di sini, Ma,” ucapnya kembali menggenggam erat tangan ibunya.
“Kendra mana?” lanjutnya lagi.
Semua terdiam, begitupun dengan Mira, mama kandung Zita. Gadis itu bisa mengartikan ekspresi dari keluarganya. Ekspresi yang tak pernah diinginkannya, kini gadis itu kembali menangis. Meratapi nasibnya yang begitu malang karena ditinggal sang suami.
“Kendra nggak mungkin meninggalkan aku, Ma. Dia janji untuk selalu menemaniku dalam keadaan apapun.” Tangisnya lagi.