Seindah Kayuhan Doa

Afyani29
Chapter #2

Bayangmu

Saat kau memandang langit lepas tak perlu kau tanya bagaimana ia tercipta, tapi pikirkanlah tentang Sang Maha Cinta

🍀🍀

Angin muson timur menderu pelan. Membisikkan irama syadu di antara guguran daun yang tak henti memenuhi sudut jalan. Musim kemarau mulai menyapa. Saat yang tepat untuk merasakan ketenangan awan cirrus di kanvas langit.

Alif masih menghadapkan wajahnya ke langit lepas. Duduk sendirian di pinggir jendela, seakan ingin menerbangkan penatnya sampai ke angkasa. Suara gitar, drum, dan alat musik lain yang terus berbunyi tanpa aturan melodi, tak juga menyurutkan diamnya. Duduk sendiri di pinggir jendela bening ini. Menatap dunia yang seakan masih menyembunyikan tabir untuknya. Tapi, ia berusaha tetap puas, meski belum dapat mengungkap semuanya.

Dari gedung lantai tiga ini, di ruangan band seukuran petak kecil. Sekali lagi ia memperhatikan dengan seksama. Alat musik yang terus berbunyi, mencari irama yang sesuai. Dari ketinggian sini, di luar jendela, ia dapat merasakan genteng yang tak pernah risih meski sesekali dedaunan asem yang berbisik malu menyenggolnya pelan. Ia dapat melihat balkon dari rumah-rumah bertingkat yang entah milik siapa. Kelak dia juga ingin memiliki rumah dengan balkon di lantai atas seperti itu. agar lebih leluasa menatap garis awan stratus di langit lepas. Biar lebih jelas pula lukisan senja di batas cakrawala. Dari atas sini pula, Alif bisa melihat ragam manusia di bawah sana dengan kesibukan masing-masing. Tukang ojek, sopir angkot, penjual asongan, pasangan halal yang bikin baper, segerombolan anak sekolah yang baru pulang, pengamen jalanan, ikhwan berpeci, akhwat berjilbab, dan hei! Alif tersentak. Bergegas ia menyambar tas.

“Mau kemana, Al?”, Ijal heran meliat Alif yang nampak tergesa-gesa.

“Aku pulang duluan, ya!,” tanpa menunggu jawaban, Alif telah menutup daun pintu. Terburu-buru ia menuruni anak tangga. Dalam hati Alif mengeluh, kenapa pula kampusnya ini belum punya inisiatif bikin lift atau eskalator biar lebih efisien waktu. Kurang dari lima belas menit, Alif telah berbaur diantara manusia yang barusan dilihatnya dari atas gedung kampus.

“Sial, aku terlambat. Ke mana perginya tadi?,”Alif mengomel sendiri. Ternyata benar, satu detik amatlah berharga. Alif kembali menggerutu dalam hati. Seharusnya dia flying fox saja tadi, biar lebih cepat sampai dan tak kehilangan jejak. Sayang kampusnya juga tak akan menyediakan itu sebagai akses perjalanan cepat dari atas gedung kampus menuju jalanan bebas ini. Alif menghela napas panjang. Dengan langkah gontai ia pulang.

🍀🍀

BRUKK!!

Alif melempar tasnya sembarang. Bergegas mencari air untuk membasahi kerongkongan yang kering. Dengan cepat Alif meneguknya. Cuaca panas di luar membuatnya dehidrasi.

“Tumben jam segini udah pulang?,” Rendi melirik jam dengan heran. Karena biasanya Alif bakal pulang dari latihan band malam hari. Beda dengan dirinya yang lebih suka memilih pulang cepat. Rendi adalah teman indekos Alif sekaligus sahabatnya dari SMA. Mereka berdua berasal dari daerah yang sama, tanah Minang, takdir menyatukan mereka kembali pada universitas yang sama di Jogja. Dari semester pertama sampai sekarang mereka tetap kompak meski beda jurusan. Alif mengambil prodi agribisnis di fakultas pertanian. Rendi sendiri masuk prodi kimia pada fakultas MIPA.

Lihat selengkapnya