Seindah Kayuhan Doa

Afyani29
Chapter #13

Taaruf

Pandangan merupakan anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Maka barangsiapa yang menahan pandangannya dari kecantikan seorang wanita karena Allah, niscaya Allah akan mewariskan rasa manis dalam hatinya sampai hari pertemuan dengan-Nya.

(HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak,V:313)

🍀🍀

Alif menutup buku yang sedari tadi dibacanya. Entahlah, dia tak bisa berkonsentrasi sejak tadi, ia pun tak tahu sebabnya. 

“Kusut banget mukamu, garing kayak kanebo kering,” celetuk Rendi.

“Dosa nggak, Di?” tiba-tiba Alif mengajukan pertanyaan yang membuat dahi Rendi berkerut.

“Apaan? Ujug-ujug nanya dosa apa nggak, aku aja nggak tahu apa yang dilakukan.”

“Kalau merindukan seseorang?”

“Siapa dulu yang dirindukan? Orangtua? Rasulullah? Ya nggak dosalah kalau kayak gitu, apalagi merindukan Rasulullah, harus banget tuh, rindu untuk bertemu beliau.”

“Astaghfirullah,” tiba-tiba Alif beristighfar.

“Kamu kenapa sih, Al, kesambet apa tadi?” Rendi makin heran dengan sahabatnya yang satu ini.

“Semenjak bertemu dengan gadis Jogja di toko hari itu, kelabatnya terbayang-terbayang terus, aku jadi kepikiran gadis itu terus.”

“Wah, ini nih. Benar kan firasatku, dari mata turun ke hati, jangan sampai berujung zina.”

“Na’udzubillah. Kamu ngomong apaan sih, Di.”

“Aku tuh cuma mengingatkan, Al. Setan itu selalu terampil mengambil alih, selalu mencari celah untuk memanfaatkan keadaan. Kamu tahu nggak, dengan kamu memandang gadis itu dan menikmati kecantikannya, kamu sudah masuk dosa zina Al, zina mata. Sekarang apa katamu, terbayang-bayang sama gadis itu, bertambah satu lagi dosamu. Zina hati. Hati dan pikiranmu berangan-angan tentang dirinya,” jelas Rendi panjang lebar.

“Kok kamu berlebihan banget sih, masa cuma gitu aja dibilang zina, kan aku nggak ngapa-ngapain sama dia. Kenal aja nggak. Sekedar bertemu dan saling tatap aja, itu pun nggak sengaja. Bukannya zina itu kalau kita melakukan kontak fisik, kan,” sanggah Alif.

“Aku nggak berlebihan Al, apa yang aku bilang ini benar. Mata itu berzina, hati juga berzina. Zina mata adalah dengan melihat yang diharamkan, zina hati adalah dengan membayangkan pemicu syahwat yang terlarang. Sementara, kemaluan membenarkan atau mendustakan semua itu(HR. Ahmad).”

“Astaghfirullah, jadi...,” kalimat Alif langsung dipotong Rendi dengan lugas.

“Iya, Al. Jangan lagi kamu lakukan itu, salah satu zina, Al. Hati-hati ada setan bermain-main diantara kalian, apalagi kamu yang ngakunya menyukai gadis Jogja itu.”

“Terus aku harus gimana, Di?,” tanya Alif gamang.

“Perbanyak Istighfar. Sibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat, agar ingatanmu tentang gadis Jogja teralihkan.”

“Iya.” Jawab Alif datar. Tapi, bagaimana jika aku masih menyimpan rasa pada dia, bolehkah?,”

“Boleh asal disalurkan dengan cara yang benar.”

“Menikah.”

“Ya. Tidak ada obat bagi dua orang yang saling mencintai selain menikah.”

“Tunggu, apa katamu tadi, obat? Apakah jatuh cinta itu penyakit?” sela Alif.

“Bisa jadi,” Rendi terkikik geli melihat ekspresi Alif kali ini.

“Tapi, di sini yang jatuh cinta hanya aku. Sedangkan gadis Jogja itu,” Alif mengangkat bahu pertanda tak tahu.

“Tanya aja sendiri,” Alif hampir terpekik mendengar jawaban Rendi.

“Caranya gimana?”

“Samperin ke toko tempat kerjanya, terus tanyain dia suka nggak sama kamu,” jawaban absurd seorang Rendi yang bikin Alif melayangkan bogem halu.

“Kasih saran yang bagus dikit kek. Versi Alif Ramdana yang udah tobat.”

“Ada,” Rendi menatap Alif serius.

“Apa?”

“Kalau udah siap, datang ke rumahnya.”

“Ketemu aja baru kemarin sore gimana mau tahu rumahnya, identitasnya aja nggak tahu.”

“Makanya ikhtiar.”

“Ikhtiar itu usaha, kan? Berarti aku harus berusaha mencari tahu.”

Rendi tersenyum tipis. “Al, memantaskan diri juga salah satu ikhtiar. Coba deh kamu perbaiki diri dulu, pasti Allah kasih jalannya.”

“Baiklah, insya Allah aku akan mulai ikhtiar semaksimal mungkin.”

“Iya, ikhtiar boleh maksimal, tapi jangan lupa tawakal dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Dan jangan sampai terjebak zina lagi, ya. Dan janganlah kamu mendekati zina. (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk(QS. Al-Isra’ :32).”

“Insya Allah.”

🍀🍀

Alif menyeruput jeruk hangatnya perlahan. Pandangan matanya tak lepas dari bangunan di depan warung bakso yang saat ini dikunjunginya. Gedung itu adalah toko tempat Asiah bekerja. Alif berharap sosok itu akan menampakkan dirinya sekali saja. Alif ingin melihat wajah manis itu kembali.

“Bengong! Buruan dihabiskan, terus kita pulang,” Ijal menyikut pergelangan Alif pelan.

“Eh, Iya Jal,” Alif kembali melanjutkan seruputannya. Rendi yang menyadari lamunan Alif beringsut mendekat.

Lihat selengkapnya