Seindah Kayuhan Doa

Afyani29
Chapter #15

Restu

Alif berencana menemui orangtua Asiah secepatnya. Hari Raya Idul Fitri kali ini Alif dan Rendi tidak pulang Kampung. Mereka tak punya waktu libur panjang. Mereka akan segera menyelesaikan studinya, banyak hal yang harus segera diurus. Daripada bolak-balik menghabiskan biaya, keduanya memilih untuk lebaran di Jogja. Alif sendiri juga sudah bicara pada kedua orangtuanya tentang proses taaruf dengan Asiah dan berniat serius.

Flashback On

“Assalammualaikum Ayah,” Alif membuka obrolan di telepon.

“Wa’alaikumussalam,” suara tegas itu terdengar begitu merindukan di telinga Alif.

“Ayah apa kabar?”

“Alhamdulillah baik, nak. Kamu sehat di sana?”

“Alhamdulillah sehat, Ayah,” Alif menarik napas pelan bersiap membicarakan hal penting ini pada Ayahnya. “Ayah, ada yang mau Alif katakan, boleh?”

“Iya nak, ada apa?”

“Ayah, sekarang ini Alif sedang proses taaruf dengan seorang wanita. Sudah sampai tahap nadzhor, saling melihat satu sama lain. Alif tertarik padanya. Alif ada niatan serius dengannya. Alif ingin menikah, Ayah,” lama Alif menunggu jawaban dari seberang sana. Ayah seperti masih memikirkan sesuatu.

“Orang mana, nak?” Ayah kembali membuka suara setelah diam beberapa saat.

“Jogja. Dia asli orang Jogja sini.”

“Apa kau yakin dia baik untukmu?”

“Insya Allah Alif yakin dengan pilihan ini.”

“Nak, menikah itu bukan hanya tentang suka. Tapi juga perihal tugas dan tanggung jawab. Sebagai laki-laki menafkahi, lahir dan batin. Apa kau sudah siap dengan semua tugas itu?”

“Insya Allah, Alif siap, Ayah.”

“Apa kau sudah siap memberinya nafkah secara materi? Kau sendiri belum punya pekerjaan, Nak. Mau dikasih makan apa istrimu nanti?” Alif diam sejenak, ia tahu Ayahnya akan mempermasalahkan hal ini. Tapi Alif sudah siap. Alif sudah punya rerncana untuk ke depannya. Dan Alif yakin, Allah pasti akan menolongnya.

“Insya Allah Alif siap. Jika Alif siap untuk menikah berarti Alif siap mengemban tanggung jawab, termasuk menafkahi. Insya Allah Alif akan berusaha. Allah melapangkan rezeki bagi makhluk-Nya. Insya Allah ada Allah yang akan menolong Alif."

“Jika memang niatmu sudah begitu kuat. Insya Allah yang Maha Rahman akan membantumu. Ayah dan Ibu mendoakan yang terbaik untukmu.”

Flashback Off

“Besok jadi, Al?” tanya Rendi pada Alif yang masih asyik dengan gadgetnya.

“Insya Allah,” Alif meletakkan gawainya di atas nakas. “ Kok aku jadi deg-degan ya, Di.”

“Wah, si Alif yang super pede ini bisa gugup juga. Belum datang aja udah grogi, gimana di situ nanti?” Rendi tertawa mengejek pada Alif.

“Malah diketawain. Wajarlah kalau aku nervous, mau minta anak orang buat dijadikan istri bukan mau nembak cewek buat dijadikan pacar. Kasih semangat gitu.”

“ Iya iya. Tetap optimis,” Rendi menepuk pundak Alif pelan. “Jangan lupa Bismillah, itu aja kuncinya.”

🍀🍀

Asiah sudah bersiap-siap sejak tadi. Dia sudah bicara pada Ibunya jika hari ini Alif akan datang menemui orangtuanya. Bapak sudah diberitahu oleh Ibu sebelumnya. Tak hentinya Asiah merapalkan doa-doa untuk mengatasi debaran jantung yang semakin kencang. Ia berusaha mengusir segala resah dan rasa takut akan kemungkinan yang tidak di inginkan.

Suara motor terdengar berhenti di pelataran rumah Asiah. Ia mengintip dari balik jendela. Alif sudah datang bersama Rendi. Ustadz Fajar tidak bisa ikut menemani karena sedang mudik ke kampung halamannya. Langkah kaki itu semakin mendekat, menginjak lantai teras Asiah.

“Assalammualaikum,” Alif mengucap salam. Menanti jawaban dari si pemilik rumah.

“Wa’alaikumussalam warahmatullah,” Asiah mempersilakan keduanya masuk. Orangtuanya masih sibuk di belakang. Mereka bilang biar Asiah yang lebih dulu menemui.

“Silakan duduk, Mas,” Asiah menyuguhkan minum untuk keduanya.

“Terima kasih, Asiah,” keduanya mengambil minum masing-masing. Rendi memberi kode kepada Alif untuk mempertanyakan keberadaan orangtua Asiah, sebab sedari tadi belum muncul juga.

“Maaf Asiah, orangtuanya ada?” tanya Alif sopan.

“Ada, Mas, sebentar saya panggilkan,” Asiah beranjak ke belakang meninggalkan Alif dan Rendi di ruang tamu.

“Ibu, Bapak, itu yang namanya Mas Alif. Monggo di temuin dulu.”

“Ibu saja lah yang menemuinya,” Bapak menyuruh Ibu.

“Loh, gimana sih Pak, yang mau diajak bicara kan kamu, ya sama Bapak juga,” Ibu malah balik menyuruh Bapak.

Lihat selengkapnya