Sejak Gulita

Putriyani Hamballah
Chapter #6

Mencari Udara

Menuju pukul setengah sembilan malam, suasana hatiku semakin buruk. Teh Naya tidak berhenti meledekku membuat jengkel. Rasanya aku ingin sekali mengambil kaus kaki bekas pakai di rak sepatu dan menyumpalkannya ke mulut Teh Naya supaya bisa diam, tapi itu sama saja dengan mendatangkan siksa dunia.

"Teh, sudah, deh," pintaku untuk kesekian kalinya.

"Gebetanku Kebelet Berak," kata Teh Naya girang. "Judul yang bagus, 'kan?"

"Apaan sih nggak jelas banget," sahutku malas meladeni. "Mohon dicatat juga kalau dia bukan gebetanku." Akhirnya aku memilih kabur ke dalam kamarku sebelum Teh Naya menghamburkan hujan kata ledekan lainnya.

Semua berawal dari Sancaka Lingga Hanjuang. Kukira dia akan segera pergi setelah mengantarkanku pulang ke rumah, tapi dia malah memohon untuk menumpang ke kamar mandi. Aku tidak tega melihat kondisi kesehatannya yang bisa dibilang cukup merepotkan sekaligus kasihan juga melihat dirinya menahan dorongan yang mau keluar itu.

"Saya mohon, saya nggak kuat," rengeknya sore tadi dengan wajah pucat serta keringat yang membasahi keningnya.

"Iyuhhh... oke, oke, kamu boleh ke toilet dulu," kataku sambil menahan tawa.

"Cepetan dong jalannya," kata Sancaka sambil menggamit tanganku dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya berusaha menahan beban kardus. Apa-apaan ini? Kebelet banget, ya? Tapi, selain lutut kananku yang berdenyut nyeri, kenapa tiba-tiba aku merasa sengatan listrik di sekujur tubuh juga?

"Siapa tuh yang lari ke kamar mandi sambil copotin kaos kaki? Kebelet banget kayaknya." Teh Naya muncul mebawa piring dan gelas kotor dari arah ruang tengah.

"Orang aneh," sahutku asal bunyi.

"Kukira cuma Efrina Insun Madangan saja yang aneh." Tuh kan nyebelin. "Kenapa lututnya diperban? Caper?"

Caper katanya!

"Nyuksruk gara-gara tali sepatu lepas," sahutku setengah bergumam.

"Oh," sahutnya kalem.

Serius, 'oh' doang?!

Lihat selengkapnya