Sejak Gulita

Putriyani Hamballah
Chapter #12

Contoh Majas

"Nak, keluar, Sayang."

Suara lembut Bu Diana mengejutkanku yang sedang bersembunyi di toilet guru.

"Ibu kok tahu aku ada di sini?" tanyaku dari balik bilik toilet.

"Tadi ibu lihat kamu keluar dari sini, jadi kemungkinan kamu ke sini lagi. Ayo sekarang keluar, ini bukan tempatmu," sahutnya diakhiri dengan tawa kecil.

Dengan enggan akhirnya aku keluar dari toilet dan melihat Bu Diana memamerkan senyum keibuannya. Aku menunduk, menunggu perintahnya. Bu Diana tidak berkata apa-apa, ia justru merangkul lenganku lalu menuntunku entah ke mana. Dari jalur yang ia langkahi, aku merasa yakin jika aku akan kembali lagi ke ruangan Bu Rike.

"Bu, aku harus kembali ke kelas. Ada tugas kelompok yang harus kukerjakan," ucapku memohon, meski pada kenyataannya lebih memohon agar dijauhkan dari ruang BK.

"Ikut ibu dulu, ya."

"Bu, aku nggak mau ditanya tentang perasaanku lagi sama Bu Rike. Aku baik-baik saja." Perutku mual setelah mengucapkannya. Bu Diana menghentikan langkahnya, ia meraih kedua tanganku. Dengan balutan hijab yang senada dengan seragam hari Seninnya, Bu Diana menatapku begitu dalam seolah tatapannya mengatakan, 'Jangan mempersulit hidupmu sendiri, Efrina!'

"Ibu tahu kamu pasti nggak suka, tapi ini demi kebaikanmu sendiri, Nak," ucapnya. "Ibu bantu. Ayo kita lewatin masa ini bareng-bareng. Tapi, ibu mau nanya, Efrina mau juga kan membantu diri sendiri untuk melewatinya?"

Aku terdiam. Ada perasaan bersalah kepada diriku setelah Bu Diana menanyakan itu. Aku seakan asing dengan diriku sendiri. Ada keengganan untuk kembali seperti biasanya.

Biasanya aku menghabiskan waktu belajar di kelas dengan baik, aktif merespons pertanyaan guru, dan seperti yang Fadil katakan bahwa aku juga selalu bersemangat jika sudah mendengar tentang literasi. Biasanya aku cepat-cepat mendaftar kepada Bu Diana agar namaku terdaftar sebagai peserta lomba Festival Literasi Nasional, lalu ketar-ketir mencari ide tulisan.

Biasanya, aku juga sering melakukan hal iseng bersama Dinda. Baik itu untuk mengisi jam pelajaran yang kosong atau waktu istirahat. Kami pernah iseng menghitung ban motor yang ada di tempat parkir guru, pernah membantu menjadi pelayan mi ayam di kantin, pernah membersihkan kelas orang lain, pernah memanjat pohon mangga sekolah, dan masih banyak lagi. Itu terdengar menyenangkan sampai aku sadar bahwa diriku sudah tidak menyenangkan lagi. Pantas Dinda terlihat muak meski tetap saja dia membelaku.

Apa proses dalam berduka itu termasuk kehilangan rasa senang yang diciptakan sederhana bersama orang-orang terdekat? Aku tidak mengerti, karena setiap harinya aku selalu bertanya kenapa begitu menyakitkan ketika bangun tidur orang yang selalu ada kini telah tiada?

***

Aku merasakan pembuluh darah di area kepalaku menyempit ketika menyantap es krim yogurt rasa mangga. Dinda juga tidak kalah heboh saat menyantap es krim yogurt rasa nanasnya.

"Brain freeze! Brain freeze!" serunya dengan tubuh yang mengejang-ngejang. Aku tersenyum melihat tingkah sahabatku yang penuh ekspresi itu.

Lihat selengkapnya