FARA
Semenjak SD kami selalu berteman bertiga. Tak bisa dipungkiri selalu saja ada seseorang yang ingin bergabung dengan kami, tapi begitulah mereka seringkali ingin bergabung dengan tujuan tertentu bukan karena niat untuk berteman. Ada juga beberapa kasus mereka sudah niat untuk berteman tapi kami menilai mereka terlalu membawa pengaruh buruk bagi kami.
“Fa, katanya si Dion pengen gabung sama kita,” ucap Tomi.
“Dion yang kritikus itu?” tanyaku
“Iya, menurut kalian gimana?” Dion udah terkenal jadi kritikus di SMP ini. Ini karena sifatnya yang mengomentarin segala hal, padahal apa yang dikomentarin itu gak ada dampaknya buat dia. Misal nih si Tomi beli sepatu baru dan dia pakai ke sekolah, si Dion pasti ngomentarin gini kenapa kamu beli merek itu sih Tom? Merek yang lain ada loh yang lebih murah dan warnanya lebih bagus. Atau gak gini aku kemarin liat si Fani pakai sepatu yang sama kayak itu, kalo aku ya Tom gak mau punya sepatu samaan sama orang lain secara kamu kan kaya jadi mampu lah ya beli sepatu yang beda dari yang lain. Bikin emosi gak tuh denger ucapannya Dion.
“Kalo aku sih Tom mending gak usah, kalo untuk sekedar teman ya boleh-boleh aja. Tapi kalo untuk deket jangan deh.” tutur Baim
“Aku setuju sama Baim, kalo dia gabung sama kita entar semuanya di komentarin lagi. You know lah aku paling gak suka sama orang yang ngomentarin segala hal, ntar gak sengaja malah aku sumpal mulutnya pake kertas atau kucubit sampe membiru,” ucapku ketus.
“Aduh ibu negara mulai emosi, santai… santai… kan aku cuma nanya.”
“Yang ada Tom kalo dia gabung bisa dipastiin tiap hari akan ada baku hantam antara dia dengan Fara hahaha…”
Setelah kenal lama dengan Tomi barulah keluar sifat aslinya dan dia kami beri gelar The king of usil. Waktu pelajaran olahraga dia pernah nyembunyiin kaus kaki Baim di atas atap sekolah. Pernah ngebohongin guru bilang kalo bukan hari ini guru tersebut ngajar di kelasnya, padahal ya hari ini dia belajar dengan guru tersebut. Siap-siap kalo dia presentasi dengan powerpoint dia pasti akan menaruh foto seorang siswa dikelas yang lagi tidur sebagai backgraund awal dan penutup. Oh ya waktu itu pada pelajaran sejarah ibu guru nanya ada yang bisa jelasin sejarah Perang Padri. Tomi seketika memanggilku dan bilang kalo aku burket (ya.. aku paling tidak suka bau ketek), akupun memeriksa kedua ketiakku dan ternyata gak ada burket sama sekali, alhasil bu guru mengira aku angkat tangan lalu aku diminta menjelaskan ke depan, untung Saja aku sedikit tau tentang perang itu. Ia tertawa puas setelah berhasil mengerjaiku.
Di hari minggu, kami sering menghabiskan waktu di rumah Tomi selain tempatnya yang nyaman, cemilan berlimpah menjadi alasannya. Tomi seringkali ditinggal orangtuanya ke luar kota atau bahkan ke luar negri, biasanya ia di rumah dengan bibi dan paman pembantunya. Untuk ngumpul di rumah Baim sedikit canggung karena ada kakak dan adiknya di rumah. Sedangkan rumahku menjadi pilihan jika Tomi atau Baim lapar dan ingin makanan homemade. Ibuku selalu menyiapkan makanan yang bahkan kadang berlebihan jika Baim dan Tomi makan di rumahku. Beliau seperti mempercayakan aku kepada mereka untuk dijaga, selain karena ibu mengenal orangtua Baim dan Tomi, ibu juga sadar kalau mereka anak yang baik dan gak bakal macam-macam. Ibuku dan bunda Baim dulu satu sekolah, sementara ayah Baim dengan Papa Tomi saudara sepupu yang jauh.
Berbeda lagi dengan Baim, kami memberinya julukan ACB (Anak Cerdas Banget) bukan (Aksara Cahyo Baim). Gimana gak dibilang cerdas, ia hampir mendapatkan piala disetiap lomba yang ia ikuti. Mulai dari lomba Matematika, Fisika, Biologi, Lari 100m, renang, bulu tangkis, hingga karate tak lepas dari jangkauannya. Ia hanya lemah di bidang kesenian dan sosial. Sampai aku kepikiran ini anak waktu dalam kandungan dulu bunda ngidam makan apa ya? Kok bisa cerdas kayak gini?. Waktu kelas satu SMA, hanya dia yang gak remedi kimia di kelasnya. Hingga ada yang nyangka kalo dia dapat bocoran soal dari guru. Padahal ya emang anaknya cerdas. Dia gak pernah mencontek sekalipun. Pernah suatu hari ketika ujian matematika dan dia lupa rumus untuk mengerjakannya, ya dia hanya mengosongkan jawaban dari soal tersebut. Oh ya adeknya Baim namanya Naila. Naila sering sekali main ke rumahku, apalagi jika ia bosan di rumah. Dia anak yang manis dengan rambut yang dikuncir dua. Lucunya dia selalu mengingatku kemana pun dia pergi dan apapun yang dia buat, dibanding kakaknya sendiri Baim. Seperti ia membawakanku oleh-oleh gantungan kunci dari Yogja ketika ia berlibur dengan keluarganya. Memberikan padaku gelang yang ia buat disekolah, padahal ia hanya membuat satu.
TOMI
Waktu kecil kesenangan Fara hanya sederhana. Ia akan sangat senang bila bisa melakukan apa yang anak laki-laki lakukan. Ia tak pernah main masak-masakan atau boneka-bonekaan seperti anak perempuan seusianya. Ia akan bermain kelereng dengan kami, menangkap ikan di sungai, ataupun memetik buah mangga dengan cara memanjat. Ia paling takut dengan serangga. Ia akan menangis kejang jika serangga mendekatinya. Dulu pernah ketika kami sedang memetik mangga di belakang sekolah sewaktu SD, Baim gak sengaja menyenggol sarang lebah. Alhasil lebahpun mulai mengejar kami. Kami berlari ke arah sungai dan menenggalamkan diri ke sungai agar lebahnya berhenti mengejar kami, setelah cukup lama aku dan Baim tersadar bahwa Fara tak ikut lari bersama kami. Setelah lebahnya pergi kamipun kembali ke pohon mangga untuk mencari Fara namun kami tak menemukannya, kami berfikir mungkin dia sudah pulang dan berhenti untuk mencarinya. Besoknya aku dan Baim pergi ke rumah Fara untuk mengajaknya pergi ke sekolah bersama, ia keluar rumah dengan pakaian rumah dan wajah yang sudah bengkak.
“Fa.. kamu gak kesekolah?” tanyaku
“Kamu pikir aku bisa kesekolah dengan wajah begini?”
“Enggak sih fa” aku dan Baim berusaha menahan tawa karena wajah Fara yang sangat lucu. Ia melotot dan menaruh kedua tangannya dipinggang“apa? Kalian mau ketawa ha…?”