SEJAK

sisniwati
Chapter #10

Bab 10

FARA

 

Aku belum pernah melihat Baim semarah itu padaku. Memikirkannya membuatku tak bisa tidur semalaman, di tambah lagi kenyataan bahwa aku harus berangkat ke sekolah dengannya karena hari ini Tomi ikut lomba basket ke kota sebelah. Aku sudah membayangkan bagaimana ekspresi wajah Baim saat bertemu dengan ku, dan itu membuatku sangat takut. Ingin sekali rasanya aku tak masuk sekolah, namun hari ini kelompokku presentasi di kelas dan semua bahan ada padaku. Aku mencoba memikirkan berbagai cara yang dapat kulakukan agar Baim tak marah lagi. Namun aku tak menemukan satu pun ide. Dengan pasrah kutunggu Baim di depan rumah. Dari kejauhan suara vespanya yang khas telah terdengar. Semakin dekat suaranya jantungku malah berdegup kencang bercampur rasa cemas. Sekuat tenaga aku menahan kaki ini agar tak belari masuk ke rumah. Ia pun datang dan berhenti di depanku.

Dengan wajah datar ia memberikan helm padaku. Tak terlihat sedikitpun kemarahan diwajahnya. Melihat itu aku sedikit lega, namun aku tetap merasa cemas. Sepanjang jalan hanya kesunyian yang menemani kami. Kami seperti dua orang yang tak saling kenal yang ada di satu tempat. Diperhentian lampu merah aku mencoba mengajaknya berbicara.

“im.. aku pengen deh nanti punya toko bunga seperti toko yang disana” akupun menunjuk sebuah toko bunga yang memiliki desain minimalis namun unik karena ada berbagai lukisan yang digantung memenuhi satu sisi dinding. Aku sengaja tidak membahas masalah kemarin. “hm…” ia tak memberi tanggapan pada ucapanku seperti biasanya. Baim yang biasanya akan segera mengomel, bertanya, bahkan memberikan ide-ide lain mengenai ucapanku sekarang tidak berkutik sama sekali. Tindakannya ini sedikit menyesakkan dadaku.

“kamu gak nanya kenapa gitu?”

“enggak” ucapnya ketus. Oke, darahku mendidih mendengar responnya. Aku tak tahan lagi diperlakukan seperti ini.

“im kamu marah sama aku?” dengan refleks aku menguncang-guncang tubuhnya, kemudian dengan sedikit berteriak aku berkata ”Kalo kamu marah bilang, jangan diam kayak gini. Kamu pikir dengan diam kayak gini marah kamu bisa hilang? Sumpah im, aku lebih milih kamu marahin, kamu maki dari pada kamu diemin kayak gini” air mataku pun meledak, aku menutupi wajahku dengan kedua telapak tangan. “aku minta maaf im, iya kau salah. Kalo kamu memang segitu gak sukanya sama Faiz, oke nanti aku putusin dia. Bagiku kamu lebih berharga im dari pada dia” Aku tau semua mata yang ada dilampu merah ini sedang memperhatikan kami, namun aku tak peduli. Aku mulai menangis dengan terisak. Baim tetap tak memberikan respon dan tetap melanjutkan perjalanan. Namun tiba-tiba ia berhenti. Ia membuka helmku dan membenamkan kepalaku dalam dekapannya.

Dengan suara yang lembut dan terdengar berhati-hati Baim berkata “Maafin aku fa, aku masih kecewa karena kamu gak ngasih tau aku. Aku takut kamu terluka karena Faiz. Maafin aku fa yang masih belum bisa mengontrol emosiku dengan benar, aku butuh waktu untuk memahami ini semua dan memahami kamu. Maafin aku juga udah memperlakukan kamu kayak gitu. Udah jangan nagis lagi ya”.

Baim melepaskan dekapannya, lalu kutatap matanya lekat-lekat “Terus gimana? Kamu mau aku putus sama Faiz?” ucapku seraya menghapus air mata. Dengan senyuman manis ia menjawab “Enggak fa, kamu sudah cukup umur untuk memandang segala sesuatu itu baik atau enggak buat kamu. Kalo kamu mengambil sebuah pilihan, berarti kamu juga harus siap bertanggungjawab untuk pilihan tersebut” kemudian ia memegang kepalaku dengan sedikit menundukkan badannya “Tapi, kalo sampai Faiz ngapa-ngapain kamu ya… mohon maaf aku gak bisa nahan tanganku buat enggak ninju dia”.

Ada kelegaan luar biasa yang kurasakan. Seperti beban-beban yang ada dipundakku menguap begitu saja. “Sebelum jalan, janji dulu kamu gak bakal diamin aku lagi. Emang aku notif iklan yang gak perlu direspon?” ia menarik jari telunjuk tangan kanan ku dan mengaitkannya dengan jari telunjuk tangan kananya. “Kenapa jari telunjuk? Biasanya kan jari manis?” ia pakaikan helm padaku yang masih kebingungan. “Biar beda aja Fa, udah lah ayo cabut bentar lagi gerbang tutup nih.”

 

TOMI

 

Lihat selengkapnya