FARA
“Woiiiii keluar kalian,”kata salah satu pelajar.
“Bangsat, biarin kami masuk,”Diikuti suara teriakan dan aksi membuat keributan di gerbang SMA kami. Saat itu semua orang berbondong-bondong menuju gerbang melihat apa yang terjadi, baik siswa maupun guru sama-sama panik dan ketakutan melihat ratusan pelajar SMA Tri Harapan menghadang gerbang sekolah, pelajar tersebut membawa senjata, kayu, besi dan apapun benda yang bisa dipakai untuk tawuran. Entah apa yang membawa mereka kemari aku tak tau. Gerbang telah terkunci, pihak sekolah telah meminta bantuan kepada polisi namun bantuan belum juga datang. Jam 11 siang semua siswa dan guru SMA Adikusuma dikumpulkan di aula, pihak sekolah meminta agar para siswa tetap tenang dan tidak panik. Namun suara gedor-gedor gerbang dan teriakan anarkis serta kotor tetap terdengar di aula ini yang membuat sebagian siswa histeris dan menangis ketakutan. Para siswa saling menguatkan satu sama lain bahwa ini akan berlalu dan bantuan akan segera datang. Aku hanya bisa mengamati keadaan. Ini baru pertama kali terjadi selama aku bersekolah disini, dan setahuku SMA ini hampir tidak pernah terlibat tawuran. Dari kejauhan sekilas kulihat kak Faiz sedang sibuk memberikan arahan dan sesekali melirik ke arahku. Aku mencoba menenangkan diri, panggilan telfon dari baim membuyarkan pandanganku.
“Fa, kamu di mana?” Tanya nya tergesa-gesa.
“Di aula, kamu di mana im?”
“Aku di UKS, kamu bisa ke sini gak bawa tas sekalian?” tanyanya padaku.
”Kenapa kamu di situ? kan semua siswa dikumpulin di sini biar aman, kamu yang ke sini gih.”
“Ke sini aja cepatan, jangan sampe ada yang tau, kalau ada yang nanya bilang aja mau ke wc,”ucapnya sedikit membentak ku. Jarang sekali baim membentak ku, mungkin ini sesuatu hal yang mendesak, maka ku putuskan untuk mengikuti perintahnya.
“Oke aku ke sana.”
Aku pun menyisir kerumunan menuju pintu keluar, entah apa yang sedang dipikirkan Baim aku tak tau. Di pintu keluar bu Linda berdiri gagah tanpa rasa takut sedikit pun di wajahnya sambil memperhatikan siswa-siswa. Lalu perhatiannya tertuju padaku yang menghampirinya.
"Mau kemana fa?” tanya nya dengan lembut
"Izin ke wc sebentar bu."
"Kalau bisa jangan sendiri, bawa teman biar aman," tegurnya.
"Enggak papa bu, lagian jarak wc dengan aula kan dekat, fara takut membuat yang lain tambah panik bu," dengan helaan nafas panjang bu Linda mengizinkanku.
" Ya sudah, baliknya cepat ya, kalau ada apa-apa hubungi Ibu"
"Baik bu, terimakasih." Ada sedikit penyesalan dalam diriku karena telah membohongi bu Linda saat itu, setelah menutup pintu ku ucapkan kata maaf namun tercekat di tenggorokan, aku berlalu dan berlari menuju uks. Aku menunduk sambil berlari melewati koridor agar tidak ada yang melihatku. Di depan uks nampak Baim sedang memperhatikan sekitar dengan menyandang ransel di bahunya.
" Immm!!!!!" ucapku sambil melambaikan tangan. Ia pun bergegas menghampiriku
"Fa, ikut aku" dia pun menarik tanganku agar mengikutinya berlari. Kami berlari di koridor dan tidak menemukan siapa-siapa selain suara langkah kaki kami berdua. Kami menurunin tangga dan setelah itu Baim pun berbelok ke arah kantin. Aku pun menghentikan langkah kaki sambil mengambil nafas.
"Kita kemana sih sebenarnya?" tanyaku dengan suara ngos-ngosan.
"Kamu percaya aku kan? Ntar aku jelasin kalo kita udah sampai," dia pun menarik tanganku hingga kami menuju warung pak Adi.
"Permisi pak."
"Eh nak baim," ucap pak Adi yang sedang membereskan dagangannya.
"Seperti biasa pak saya numpang lewat ya"
"Monggo nak, sekarang bawa pacarnya ya?"
"Enggak pak, ini teman saya Fara," jawab Baim. Pak Adi kemudian masuk dan disusul dengan baim dan aku di belakangnya, sekarang kami berada di belakang warung pak Adi. Di sana terdapat halaman berukuran satu meter yang digunakan pak adi untuk cuci piring, dan sebuah tembok setinggi 2 meter kurang lebih yg kutebak adalah tembok pembatas sekolah.
"Pak Adi gak mau lari?" tanya Baim.