FARA
Hari ini aku sudah diperbolehkan pulang oleh dokter dengan catatan tetap kontrol sekali seminggu ke rumah sakit. Selama itu juga, sejak aku siuman hingga sekarang Baim tidak pernah datang menjengukku ke rumah sakit. Kak Faiz dan Tomi hampir setiap hari datang menjengukku, dan mereka juga turut mengantarkanku pulang. Ayah dan ibu untuk sementara waktu pertengkaran mereka reda, kami terlihat seperti keluarga harmonis seolah-olah pertengkaran mereka sebelumnya hanyalah mimpi buruk belaka. Ibu bilang ayah bergegas ke rumah sakit saat mendengar kabar tentangku. Ayah selalu berada di sisiku, memanjatkan doa agar aku segera siuman. Sesekali ibu memergokinya menangis memegang kedua tanganku dan meminta maaf karena tidak bisa menjagaku dengan baik. Untuk pertama kalinya hal itu membuatku tersentuh dan merasakan bagaimana ketulusan seorang ayah.
Hari demi hari berlalu, aku curiga dengan Baim yang tidak menjengukku sama sekali. Tomi selalu mengatakan Baim sibuk dengan lomba-lombanya, namun aku yakin itu bukanlah alasan yang sebenarnya.
“Tom, aku kenal Baim udah cukup lama. Sesibuk apapun dia gak mungkin gak datang untuk ngejengukku,” ucapku dengan tegas. Baim adalah tipe teman yang sangat loyal dan inisiatif, saat kejadian aku dengan Dinda saja ia sangat mengkhawatirkanku dan memastikan kondisiku baik-baik saja. Tomi terdiam cukup lama, ia kemudian menatap mataku dengan wajah serius.
“Oke, aku akan cerita tentang Baim,” Tomi pun mulai menarik nafas panjang dan menghembuskannya “Baim sekarang ada di Padang Fa.”
“Padang? Sumatera Barat?” tanyaku dengan heran pada Tomi.
“Iya, dia pindah sekolah kesana Fa.”
“Bentar, jadi maksud kamu Baim udah pindah sekolah, makanya dia gak pernah jenguk aku, gitu?” Tomi hanya mengangguk membenarkan ucapanku.
“Tapi kenapa Baim pindah Tom? Kenapa dia gak bilang ke aku? Sejak kapan?” aku berusaha menahan agar aku tidak menangis, namun itu hanya tindakan sia-sia.
“Fa, kamu jangan nagis dong. Gimana aku mau lanjutin cerita coba?”
“Jawab dulu pertanyaan aku tadi Tom,” ucapku sendu sampil menghapus air mataku.
Tomi menjelaskan kejadian yang terjadi selama aku koma. Bagaimana Baim di tampar oleh ayahnya hingga Baim menghajar orang-orang yang memukulku. Tomi juga bilang bahwa Baim juga tidak pamit kepadanya, ia tahu Baim pindah sekolah dari Kak Faiz.“Sepertinya Baim sangat menyesal atas apa yang terjadi sama kamu Fa.”
“Tapi ini bukan salah Baim Tom, kenapa Baim mencoba menanggungnya sendiri? Apa dia pikir kalau dia menghilang pergi dari hidupku semuanya akan baik-baik aja?” Tomi hanya diam mendengaranku. “Aku gak bisa kayak gini Tom, aku harus bicara sama Baim.”
“Gimana caranya Fa? Aku udah ngehubungi dia dengan berbagai cara tapi gak bisa. Email ku sampai saat ini pun belum dibalas,” tangis Fara pun pecah, aku memeluknya berusaha menenangkan dirinya.
“Ini semua salahku Tom, maaf.”
“Ini bukan salah siapa-siapa Fa, kamu gak perlu minta maaf. Kita coba cari jalan keluar dari masalah ini ya.”
TOMI