FARA
Pikiran Baim nampak sedikit kacau, ia terduduk lesu di kursi belakang mobil. Aku pun memberanikan diri untuk bertanya apa yang terjadi dengan dia dan Maya, dan kenapa Maya tidak balik bersama kita.
“Kenapa Im? Mana Maya? Kok kamu sendirian?”
“Maya udah balik duluan.”
“Kok bisa? Coba deh kamu ceritain apa sih yang kalian omongin,” celetuk Tomi sambil memulai menyetir mobil. Singkat kata, Baim menceritakan apa yang terjadi, bagaimana perasaan Maya dan bagaimana perasaannya saat ini.
“Im, kalo kata aku mah, mendingan kamu kejar Maya deh sebelum hatinya benar-benar tertutup. Ya, perempuan mana sih yang gak kecewa kamu gituin? Tapi intinya sekarang tinggal gimana sikap kamu ke Maya.” Aku mengangguk setuju dengan ucapan Tomi. Selagi Baim menguraikan apa yang ada dipikirannya satu persatu, aku meminta Tomi untuk singgah dahulu di Toko Bunga. Aku turun dan beberapa saat kemudian kembali ke dalam mobil dengan membawa sebuah buket bunga mawar merah.
“Ini pegang Im, ntar kamu kasih ini ke Maya,” ucapku menyerahkan buket tersebut ke Baim.
“Kamu beli? Berapa? Biar aku ganti uangnya.”
“Lah kan itu toko bunga punya Fara Im, ah kemana aja sih kamu bisa kudet gini?” ledek Tomi.
“Bener kata Tomi, itu punyaku Im.”
“Satu persatu keinginan kamu udah terwujud ya Fa, Aku bangga.” Kemudian Baim melanjutkan ucapannya “Jadi gimana hubungan kamu sama Faiz?”
“Sumpah kamu kayak orang yang baru keluar dari gua ya Im, gak tau info apa-apa,” ledek Tomi lagi.
“Diam, aku lagi nanya ke Fara ini.”
“Gak gimana-gimana Im, ya gitu lah.”