Sejati

Deden Darmawan
Chapter #22

Cahaya Kedua

Setelah tiga hari di rumah sakit akhirnya kami diperbolehkan pulang. Minggu demi minggu kami jalani lagi dengan membaca artikel-artikel tentang perkembangan janin. Mirip sekali dengan apa yang kami lakukan tiga tahun lalu. Seperti menjalani deja vu. Bedanya, sekarang kami harus pulang pergi Bandung-BSD untuk memeriksakan kehamilan. Jumat aku pulang dari Jakarta. Sabtu pagi berangkat ke BSD.

Aku baru ingat, ada satu keinginan Asri yang tidak aku penuhi pada kehamilan kedua ini. Waktu kehamilan pertama, Asri ingin sekali dibelikan kelapa muda, tepatnya jenis kelapa hijau atau 'kalapa hejo' kalau kata orang Sunda. Menurut mitos, jika semasa hamil ibunya rajin minum kalapa hejo, kelak anaknya berkulit putih bersih. Kebetulan waktu kehamilan pertama ada penjualnya di dekat tempat tinggal kami di BSD, sehingga tidak terlalu sulit bagiku untuk memenuhi keinginan itu. Sepulang kerja kami mampir membelinya. Sekarang, aku, kan, seminggu sekali pulang ke Bandung, agak sulit menyediakan waktu untuk mencari penjual kelapa jenis itu.

"Lagian kulit si Kaka putih bukan gara-gara air kalapa hejo. Memang turunan dari kamu saja," aku beralasan.

***

Kehamilan kedua ini berlangsung lebih lancar dan bisa dikatakan tanpa drama berarti. Mungkin karena kami sudah terbiasa. Tapi, di akhir masa kehamilan, ada yang membuatku lebih bersemangat menyambutnya. 

"Wah, selamat, ya. Sepertinya ada 'Monas'-nya, nih," kata dokter, sepertinya merujuk pada Tugu Monas.

"Maksudnya, Dok?"

"Biasanya, kalau tak terlihat 'Monas'-nya, ada dua kemungkinan. Bisa perempuan, bisa juga laki-laki. Tapi kalau sudah terlihat jelas begini, kemungkinan besar laki-laki."

"Alhamdulillah."

"Yang pertama kemarin laki apa perempuan? Saya lupa."

"Perempuan, Dok."

"Wah, kalau ini laki-laki, jadi lengkap, dong."

"Iya, Dok, Alhamdulillah."

"Laki atau perempuan sama saja, ya, Pak, Bu. Ini cuma informasi saja. Yang penting sehat."

"Iya, Dok." Kami sepakat. Meski aku senang sekali mendengar penjelasan dokter, namun aku sadar. Satu saja sudah anugerah besar untuk kami, ini malah kami hendak diberi dua. Lantas apalah hak kami menuntut Tuhan memberikan jenis kelamin tertentu untuk anak kami?

*****

Dengan berbagai pertimbangan, Asri memilih untuk melahirkan di rumah sakit yang sama dengan kelahiran anak pertama kami di Bandung. Meski pemeriksaan awal kehamilan tetap ke dokter lamgganan di BSD, namun mendekati waktu kelahiran, kami pun mulai memeriksakan kehamilan ke dokter yang membantu kelahiran anak pertama kami di Bandung.

"Lho, kok, hamil lagi?" Dokter kaget karena ingat pernah melarang Asri untuk hamil lagi.

"Iya, Dok, hehe."

"Kan, saya sudah bilang ... "

Lihat selengkapnya