Malam itu, aku benar-benar tak bisa fokus setelah sore harinya aku bertemu dengan seorang Syahrul. Saat kata-kata yang dia ucapkan tadi, kembali terngiang di otakku. Sungguh, aku sangat membenci aktivitas ini. Membenci saat-saat aku mulai memikirkan hal yang tak penting. Aku menutup buku ekonomi yang baru aku beli tadi sore. Beranjak bangkit dari meja belajarku, lalu memilih untuk menenggelamkan seluruh badanku yang tegang di atas ranjang.
Aku melihat langit-langit kamarku. Lalu ucapan dia kembali terngiang! Gila! Aku benar-benar sudah gila! Apa aku tak punya harga diri sampai-sampai aku masih saja gugup kala hanya ada aku dan dia saja? Apa aku terlalu bodoh untuk mengakui, debaran itu masih tetap sama seperti dulu? Bahkan tak ada yang berubah. Tunggu, ada satu yang berubah, di mana tak ada lagi status di antara kita setelah hampir satu tahun berlalu.
***
Aku dan Syahrul sudah saling mengenal satu sama lainnya semenjak pertemuan kami karena sekolah di SMP yang sama. Dia adalah seorang Suporter BIF Club, aku juga, membuat kami merasa cocok untuk menjadi teman dekat! Kedekatan kami benar-benar berada di batas ‘tak normal’ pertemanan. Bahkan teman-teman sekolah kami mengatakan kalau kami itu pacaran! Sebuah isu yang keterlaluan berhubung aku dan Syahrul memang tak pernah mengatakan soal perasaan. Kami hanya sibuk membicarakan BIF Club, nonton BIF Club bersamaan ke Stadion, membeli atribut baru, yaaa aktivitas kami hanya seputar soal itu. Kami juga masih anak SMP yang tak mengerti apa itu yang namanya ‘bumbu cinta’ dalam pertemanan.
Orang bilang, gak ada yang wajar kalau cewek dan cowok sahabatan, pasti salah satu ada yang memendam perasaan lebih atau mungkin bahkan keduanya saling suka! Aku hanya terkekeh geli saat mendengar orang-orang mengatakan itu kepada kami. Aku geleng-geleng kepala pertanda hanya menganggap omongan mereka hanyalah sebuah omong kosong!
Baik Syahrul maupun aku tak pernah berpikir sampai ke arah itu pada awalnya. Kami hanya lurus saja mengikuti alur, ke mana takdir kami akan berlanjut. Sampai suatu ketika, di saat kami naik ke kelas sembilan SMP, Syahrul mengatakan kalau dia suka aku. Sesuatu yang menurutku adalah hal konyol! Bagaimana mungkin seorang anak-anak ‘ingusan’ bisa mengerti apa itu suka? Bagaimana mungkin anak-anak ‘ingusan’ bisa begitu sakral mengucapkan kata suka tanpa tahu apa maksudnya itu?
Aku hanya diam tak memberi respon. Tapi setelah Syahul mengatakan kata itu, hari-hari berikutnya aku malah jadi terbawa perasaan tiap kali sedang jalan bersama dia. Itu masih SMP. Dan aku tak pernah punya niat untuk pacaran. Sekalipun harus aku akui, debaran mulai datang bertubi-tubi menghantam dadaku tiap kali aku melihat Syahrul dekat dengan cewek lain. Apa aku cemburu?
Lalu cerita berlanjut saat pertama kali masuk ke lingkungan putih abu-abu. Saat di mana tanpa adanya dalih perjanjian, aku dan Syahrul ternyata masuk ke SMA yang sama! Aku bahagia ternyata aku masih bisa dengan Syahrul. Syahrul juga terus menguntitku. Bahkan sampai SMA pun kami masih selalu sama-sama seperti kami masih SMP.
Syahrul menyatakan kembali perasaannya setelah satu bulan kami resmi menyandang status anak SMA. Dan tak ada kata lain selain aku menerimanya. Hari-hari kami sungguh bahagia! Serius. Baik aku maupun Syahrul, kita selalu senang-senang. Melewati waktu bersama dan untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasakan betul bagaimana indahnya jatuh cinta!
Status pacaran kita baru berjalan dua bulan! Syahrul berniat mengenalkanku pada orang tuanya. Awalnya aku berpikir belum saatnya. Kami masih anak SMA, tak ada yang namanya serius dalam hubungan untuk ukuran anak SMA. Tapi dia memaksa. Dan aku hanya bisa menuruti keinginannya.
Aku makan malam di rumahnya. Awalnya baik-baik saja. Sampai suatu ketika Papa Syahrul menyela perkataan. Perkataan yang membuat aku bahkan tak bisa melanjutkan makan malam dengan layak, saking... kecewa!
“Bulan depan, Dinda akan mulai sekolah di sekolahmu!” ucap Papa Syahrul dengan santainya.
“Dinda? Siapa?” tanya Syahrul karena merasa tak kenal dengan siapa yang sedang Papa-nya bicarakan itu. Apalagi aku kan?