Semenjak pemanggilan Rico oleh Bu Siti dua hari lalu, Rico tak ke sekolah lagi. Entah apa alasannya. Awalnya aku tak peduli, tapi aku sudah tak tahan mendengar ‘gosip’ mengenai dia terus beredar tanpa adanya kejelasan fakta dari si sumber yang bersangkutan. Tentu saja, kalau itu beneran Rico, Rico harus menjelaskan kenapa dia melakukan itu. Setidaknya dia harus memberikan klarifikasi, apakah benar gara-gara itu, seorang anak nekad bunuh diri? Dan jika itu salah, Rico harus membersihkan namanya. Begitu kan? Tapi dia malah tak ke sekolah! Semakin meyakinkan banyak orang kalau dia memang seorang tersangka kasus pembullyan!
Sepulang sekolah, berbekal dari bertanya pada satpam komplek rumahku, aku berniat untuk menemui dia di rumahnya. Rumahnya ada di ujung komplek. Nomor-23 A pagar coklat. Hmmm rumah yang cukup besar. Apa dia anak orang kaya? Begitu pikirku. Aku menekan bel yang ada di samping pagar rumahnya. Lalu seseorang menyapa lewat saluran suara yang ada di bawah bel itu.
“Siapa?” begitu suara orang menyapa dari bilik suara. Itu suara perempuan. Mungkin Mamanya Rico. Begitu pikirku.
“Saya temennya Rico. Riconya ada?” tanyaku.
“Sebentar, saya bukakan pintu dulu.” Semenit kemudian benar, ada yang membukakan pintu gerbang. Seseorang memakai daster coklat lengkap dengan rambut yang dicepol. Sepertinya dia asisten rumah tangga di sini. Aku pun dipersilahkan untuk masuk.
“Rico-nya ada kan?” tanyaku pada Mbok Sarah. Setelah kami tadi sempat berkenalan sebentar.
“Ada neng. Silahkan duduk dulu, mbok panggilkan den Rico.” Mbok Sarah kemudian pergi ke lantai dua untuk memanggilkan Rico. Beberapa menit kemudian Mbok Sarah kembali lagi. Tapi Rico tetap tak ada.
“Anu neng, Mbok lupa namanya siapa ya? Den Rico gak mau ketemu katanya!”
Huh, aku menghela napas panjang! Agak kesal juga dengan sikap Rico yang keterlaluan memperlakukan seorang asisten rumah tangga. Aku bangkit dari tempat duduk dengan mimik muka yang sebisa mungkin menahan rasa kesal!
“Di mana Mbok kamar Rico? Biar saya yang nyamperin sendiri!” ucapku.
“Jangan neng, nanti Mbok dimarahin.”
“Gak akan, saya jamin Mbok gak akan kena marah!” Mbok Sarah akhirnya menurut. Dan langsung mengantarku ke depan pintu kamar Rico. Satu sampai tiga kali ketukan dia tak menggubris. Dasar! Tanpa permisi aku langsung saja membuka pintu kamar itu. Dan Mbok Sarah hanya pasrah melihat tingkah lakuku yang keterlaluan saking gemasnya. Memilih untuk pergi meninggalkan aku.
Aku melihat Rico sedang fokus dengan game online yang terpajang lewat layar lebar dan perlengkapan game yang lengkap dan mewah! Pantas saja dia tak mendengar ketukan dari pintu kamarnya, dia sedang asik memainkan permainan game online lengkap dengan earphone yang terpasang.
“Heh!” aku menepuk punggung Rico. Dia berbalik. Dan terlihat terkejut dengan kedatanganku yang tiba-tiba itu. Dia langsung melepaskan earphone-nya dan mempause game-nya.
“Eh, kok?” ucapnya yang terkejut. Telunjuknya mengarah jelas padaku.