SEJATI

Nurarum Rusmayanti
Chapter #27

Nekad Jilid 3: Bagian Dua

Setelah ketegangan yang terjadi di pintu masuk tadi. Akhirnya kami bisa masuk ke dalam tribun Stadion dengan aman dan lancar. Ada perasaan lega dan bahagia, saat aku melihat bentangan lapangan hijau Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, terhias dengan sangat bergelora. Aku benar-benar tak bisa menyembunyikan lagi wujud kesenanganku. Aku langsung berfoto dan mengirimkan-nya pada Kak Rangga untuk memberitahukan bahwa aku baik-baik saja. Pesanku di balas dengan emoticon khawatir lalu kubalas lagi dengan emoticon love. Aku hanya terkekeh melihat pesan tersirat yang benar-benar disampaikan Kakak kesayanganku itu.

Arfandi dan Rico hanya bisa geleng-geleng kepala melihat betapa antusiasnya aku di sini. Arfandi terus mengabadikan moment dengan kameranya, sedangkan Rico terus memperhatikan aku dengan terkekeh geli. Aku sih masa bodoh. Yang penting aku senang!

Pertandingan di mulai dengan tensi tinggi. Kedua tim saling jual beli serangan. Semuanya berjalan dengan panas. Berkali-kali pemain timku disurakin oleh suporter tuan rumah. Huh ingin sekali rasanya aku membalas ocehan meraka. Tapi 1 : 40.000 ribu penonton? Aku bisa apa!

Pertandingan berjalan dengan sangat seru. Sayang, BIF Club harus kalah 1-0. Sebuah kekecewaan yang layak karena timku kalah! Tapi tak apa, karena semuanya sudah berusaha maksimal!

Aku, Arfandi, Rico dan rombongan kawan-kawan Rico berjalan berbondong-bondong menuju keluar Stadion. Rasanya sangat lemas sekali. Tapi Arfandi menyemangati aku agar tak terlalu memperlihatkan raut wajah kecewaku di sini. Aku mengerti.

Lalu tepatnya di pintu luar tribun barat, sudah banyak orang-orang dari kelompok Janied yang menunggu. Kalian tahu, mereka menunggu kami! Aku hanya bisa menelan ludahku. Gila, ternyata mereka benar-benar menunggu kami di luar setelah pertandingan ini berakhir! Aku tak menyangka urusannya bisa semakin panjang begini gara-gara mereka tahu aku ini Suporter BIF Club yang tak lain adalah rivalnya. Ada Janied juga! Sial!

“Brengsek ini orang-orang!” Rico berkata kecut dan kesal. Dia menghela napas panjang. “Lo temuin mereka deh, Di!” ucap Rico pada temannya yang bernama Dimas itu. Dimas mengerti dan langsung maju tiga langkah dari kami menghadapi orang-orang yang sudah menunggu kami.

“Ada apa?” tanya Dimas dengan santai.

“Lo harus serahin dia sama kita!” ucap Janied.

What dia? Siapa? Aku? Aku bertanya-tanya keheranan dalam hati sambil menunjuk kecil ke arahku sendiri.

“Dia udah terlalu nekad udah berani ke sini!” kata Janied lagi.

“Emang kenapa sih kalau dia nonton ke sini? Ini kan pertandingan, hiburan semua orang!” kali ini Rico yang berbicara menjawab tuntutan mereka.

“Gak ada satu orang pun dari golongan mereka yang bisa nonton di sini dengan nyaman!”

Ya elah!” suara itu tiba-tiba menyambar. Membuat ku kaget, dan membuat semua pandangan orang-orang di sana mendadak mengarahkan pandangan kepadanya.

Si Arfandi ngapain sih, anjir! Aku menggerutu sebal melihat dia yang sudah terbawa emosi. Aku sangat marah kenapa dia harus mengatakan itu. Itu kan membuat orang-orang juga mengenali dia sebagai suporter rivalnya, setelah sebelumnya mereka hanya menyangka aku sendirian yang tim rival di sini. Bego dasar siah maneh, Fandi! Aku terus menggerutu.

“Oh jadi lo rival juga? Wow sungguh berani!” Janied bertepuk tangan tanda takjub dengan keberanian Arfandi yang tanpa disangka langsung mengatakan identitas aslinya.

“Gue gak perlu bohong kalau gue bukan bagian dari kalian!” kata Arfandi lagi.

Arfandi, apaan sih!” aku menarik tangan Arfandi sambil sedikit berbisik mengingatkan dia agar tak kelewatan.

“Eh sialan lo nantangin kita? Hah!

“Gue gak nantang, gue cuma bicara fakta!”

Please, deh, Fan, gak usah nambah parah keadaan!

“Apa?”

“Eh udah-udah, semuanya jangan berdebat yang gak penting deh!” Rico berusaha menengahi perdebatan yang mulai memanas. “Gue gak ngerti sama kalian. Mau sampai kapan kita kaya gini terus? Ngelarang suporter lawan buat ikutan nonton? Hah?”

Semuanya terdiam tak ada yang menjawab.

“Apa kalian gak cape bertikai terus gak penting kaya gini? Mau sampai kapan?”

Semuanya masih saja terdiam tanpa kata! Mendengar ucapan Rico yang keluar dari mulutnya. Aku tertegun! Dan takjub.

“Ayo bilang sama gue, hal apa yang perlu kita lakuin untuk mengakhiri semuanya!”

Lihat selengkapnya