Arfandi hanya melongo tak percaya kala dia melihat ada namaku di daftar anggota komunitas yang turut ikut Tour away ke kota Bantul. Dan aku hanya bisa terkekeh saat melihat tampangnya yang begitu panik itu. Cowok tinggi dengan kulit coklat itu tak habis pikir aku akan se-nekad itu! Apalagi dia tahu aku bahkan tak mendapatkan izin. Aku hanya terus berusaha saja meyakinkan sahabatku itu kalau aku sudah sangat yakin seratus persen. Aku tak ingin gagal lagi kali ini!
“Gimana nanti keluarga kamu?” Arfandi sudah tak tahu harus mengingatkan aku dengan cara bagaimana lagi. Aku adalah orang yang kalau sudah yakin, pasti tak akan bisa ada seorang pun yang mengubah pikirku.
“Gampang! Aku pergi aja diem-diem!” ucapku sambil terus menikmati snack cikiball kesukaanku. Sedangkan aku melihat Arfandi hanya bisa menghela napas panjang sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya.
“Gila! Jangan terlalu nekad!”
“Gak apa. Ini judulnya nekad jilid dua!” aku terus saja menjawab dengan santai kekhawatiran Arfandi.
“Serah lo, deh! Pusing gue!” ucapnya yang sudah menyerah. Kemudian dia hanya bisa menghabiskan sisa dari cemilannya.
“Eh, lo berdua mau away ya?” suara itu menyambar di antara tempat duduk aku dan Arfandi. Suara dari Rico langsung refleks mengarahkan pandangan kami ke arahnya. Aku tak menjawab, sedangkan Arfandi hanya terkejut karena Rico tahu tentang rencana awaynya itu.
“Iye, kenape?” tanya Arfandi. Kali ini tangannya sibuk membuka snack selanjutnya yang dia keluarkan dari kantong plastik hitam.
“Gue ikut dong. Boleh ya?” ucap Rico.
“OGAH!” aku langsung menolak dengan cepat apa yang tadi Rico katakan.
“Buset! Emang kenapa?” Rico nampak terkejut mendengar penolakanku tadi. Tangannya kali ini sibuk menyomoti snack kepunyaan Arfandi.
“Yang tanding itu tim kita!” ucapku sinis.
“Lah? Terus kenapa Teteh cantik? Sama aja kali,” kata Rico tak mau kalah.
“Ya beda atuh, Rico!” aku sudah mulai gerah dengan ocehannya yang menyebalkan itu.
“Lah, bedanya dari mana?”
“Pokoknya beda!”
“Bedanya dari mana?”
“Beda! Napa sih banyak tanya banget! Heran gue!”
“Eh, udah-udah jangan berdebat!” Arfandi berusaha menengahi perdebatan kami. “Lo serius mau ikut tour sama kita?” tanya Arfandi pada Rico. Rico mengangguk dengan mantapnya.
“Kalau gitu gue daftarin lo sekarang!”
“YES!” Rico berseru girang.
“Eh, apaan sih, Fan, gak penting banget ajak dia!” aku berusaha mencegah Arfandi untuk menulis nama Rico di form pendaftaran.
“Kenapa? Emang apa salahnya kalau Rico ikut? Kamu pernah bilang kan sama aku, sepak bola itu olahraga hiburan rakyat! Semuanya berhak buat menikmati itu. Ingat?”
Oke baiklah, aku menyerah! Mendengar Arfandi mengatakan itu membuatku kalah! Aku memang selalu kalah dan tak bisa menang melawan Arfandi kalau dia sudah mengatakan hal benar dan masuk akal! Dia sangat keras kepala. Melebihi keras kepalanya aku.
“Hari Sabtu jam lima sore lo harus udah siap datang ke Stadion Sidolig, kita start di sana nanti. Pulang jam tujuh malam di hari minggu. Oh iya lo udah memutuskan untuk ikut sama kita away, hari Senin lo harus tetap masuk sekolah! Gak ada alasan lo gak masuk gara-gara lo kecapean. Inget kita emang suporter bola tapi kita adalah pelajar. Tugas utama kita sekolah! Jelas?”
“E buset, galak amat sih lo!” ucap Rico.
“Lah lo setuju gak?” aku merasa puas sekali karena melihat ekspresi Rico yang sepertinya sangat kaget dengan aturan main yang di tekankan oleh Arfandi tadi. Berharap dia akan berpikir-pikir lagi dan tidak jadi ikut
“Oke!” ucap Rico setuju.
Sial! Aku hanya bisa mendengus kesal. Mendengar Rico yang pada akhirnya setuju dengan syarat yang dilontarkan Arfandi.