Setelah menempuh perjalanan panjang dari kota Bandung ke kota Bantul, akhirnya rombongan kami pun tiba di Stadion Sultan Agung Bantul. Stadion yang akan menggelar pertandingan BIF Club melawan Star Blue Football. Kami datang sekitar pukul delapan pagi. Sudah banyak sekali rombongan dari kelompok suporter kota Bandung di Bantul. Semuanya beristirahat melepas lelah, sebelum kami memasuki area Stadion sekitar pukul dua siang nanti.
Aku langsung fokus mencari kamar mandi. Sudah gerah! Rasanya ingin mandi. Setelah mencari akhirnya aku menumpang mandi di salah satu rumah warga dekat situ dengan mambayar uang lima ribu rupiah. Segar sekali rasanya! Arfandi dan Rico juga bergantian untuk bisa mandi juga. Setelah selesai, kami makan di rumah warga tersebut, kebetulan di rumah itu juga ada warung makannya.
Dengan beberapa teman dari Arfandi, kami bersantai mengobrol ringan mengenai kejadian yang kami alami semalam. Seru! Obrolan tegang itu mampu menjadi sebuah obrolan ringan yang diselingi dengan tawa. Ada beberapa dari teman Arfandi yang menceritakan kejadian malam tadi sambil memeragakan dengan tubuhnya. Berekspresi dan bersemangat sekali. Menjadikan apa yang dia ceritakan bagaikan hidup. Aku hanya terkekeh kecil.
“Mereka ngomong apa?” Rico berbisik padaku yang agak bingung dengan apapun yang mereka ucapkan. Maklum mereka bercerita dengan logat khas sunda. Aku melirik dia yang masih fokus memperhatikan orang-orang tanpa dia tahu apa yang sedang dibicarakan. Aku terkekeh geli melihatnya yang nampak penasaran.
“Ngomongin kamu!” ucapku usil.
“Hah? Ngomongin urang?” ucapnya agak risi sambil telunjuknya menunjuk ke arah badannya sendiri. Beberapa detik kemudian dia langsung tertunduk gugup. Dan menyuapi kembali nasi ke dalam mulutnya.
“Apaan sih, gak jelas pisan!” aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku. Senyum simpul tak bisa begitu saja berlalu dari wajahku yang sudah terlanjur senang melihatnya menjadi salah tingkah. Aku juga agak ‘geli’ saat mendengar Rico mengucapkan kata ‘urang’ tadi, yang kalau dia yang mengucapkannya intonasinya jadi agak aneh. Mungkin karena dia bukan orang Bandung asli.
“Gimana dong?” ucapnya yang berbisik lagi semakin gugup.
“Apaan sih, santai aja ih!” aku langsung menepuk bahunya agar dia tak terus-terusan menunduk seperti orang yang gelisah.
***
Tepatnya pukul dua lebih tiga belas menit sore. Rombongan kami sudah masuk di tribun Stadion Sultan Agung Bantul. Kami sengaja ditempatkan di sektor samping barat Stadion. Di sana, berbagai komunitas suporter kota Bandung membaur menjadi satu.
Kami sama-sama saling menikmati tour away kami. Kami saling berteriak, bersorak-sorai untuk mendukung tim kebanggaan kami berlaga. Panasnya mentari, dinginnya guyuran hujan, benar-benar tak menjadikan sebuah penghalau untuk kami terus menyemangati BIF Club.
Rico hanya bisa geleng-geleng kepala melihat aku yang nampak bersemangat sekali. Sedangkan Arfandi, masih tetap selalu terlihat keren, tiap kali dia sedang mengomando kami agar bisa satu suara dalam beryel-yel. Naik ke atas pagar dan berdiri paling depan dengan ‘toa’nya adalah kebiasaan seorang Arfandi kalau sudah nyetadion. Berkharisma dan lugas!