Sejuang Restu

Rizkia Amalia
Chapter #2

Bagian 2

Seperti biasa, sepulangnya dari puskesmas tempatnya bekerja, ia mampir sebentar di Kedai Bonjour, sebuah kafe berkonsep minimalis, rintisannya dan juga sahabatnya, Nina dua tahun silam. Kafe itu terletak sekitar tiga ratus kilometer dari puskesmas tempatnya bekerja. Sebagian besar perabotnya memakai bahan dasar kayu, termasuk meja kursinya, juga terdapat dua buah rak buku besar yang berisi berbagai macam buku, dari mulai novel, hingga buku-buku filsafat. Ia dan Nina memang sangat menyukai buku, sehingga mereka ingin menuangkan konsep perpustakaan di kafe kecil mereka. Beberapa pengunjung nampak sangat menikmati fasilitas ini.

"Udah pulang sus," Sahut Nina, Nina sendiri mendedikasikan dirinya, sepenuhnya di kafe kcil tersebut. Sebenarnya Nina, dulunya seorang teller bank, namun karena terlalu jenuh dengan pekerjaannya, maka ia memutuskan untuk terjun sendiri mengurus Kedai Bonjour dan meninggalkan pekerjaannya yang konon kata orang, gajinya dalam satu bulan sudah bisa digunakan untuk membeli satu unit motor matic baru.

"Capek banget Na," Nadya menghempaskan tubuhnya di sofa cream, di ruang kerja Nina. 

"Hari ini rame banget, Nad. Kita sampai kewalahan. Gue lupa kalau sekarang hari sabtu." Setiap weekend, Kedai Bonjour memang selalu ramai di padati oleh pelanggan yang sekedar ingin nongkrong atau ingin membaca buku.

"Gue lagi galau Na," ucapnya sembari menghembuskan napas kasar. Ia menyandarkan kepalanya di sofa dan memejamkan mata.

"Kenapa?"

"Mas Raka putusin gue." Nina terbelalak tak percaya, ia menghampiri Nadya dan duduk di sampingnya.

"Putus?" Nadya mengangguk.

"kenapa putus?"

"Seperti yang gue duga, orang tuanya nggak setuju kalau mas Raka nikah sama gue, mas Raka mau di jodohin sama anaknya pangdam Brawijaya."

"Raka setuju?" Sekali lagi, gadis itu mengangguk.

"Dasar cowok nggak punya pendirian, nggak punya prinsip. Kalian kan pacaran udah lama banget, terus dia putusin lo seenaknya aja dan milih nikah sama anak pejabat," Nina geleng-geleng kepala. Tangan kanannya mengepal.

"Katanya, dia nggak mau bantah permintaan orang tuanya, nggak mau jadi anak durhaka." Sambung Nadya dengan mata yang masih terpejam.

"Tapi perjuangin cinta, nggak akan jadiin dia anak durhaka kan?"

"Ya udahlah Na, mungkin gue sama mas Raka emang nggak jodoh. Gue nggak apa-apa kok."

"Lo kok pasrah gitu aja sih," Sahut Nina kesal.

"Mau gimana lagi Na, nggak mungkin kan gue mohon-mohon sama dia atau sama keluarganya untuk setujuin hubungan ini."

"Biar gue telpon Raka deh, enak aja main campakin anak orang, nggak ada tanggung jawabnya banget." Nina beranjak hendak mengambil ponselnya di meja kerjanya, namun Nadya menahannya.

Lihat selengkapnya