SEJUTA KISAH

BulanBintang
Chapter #8

8. Pondasi Rumahku Selalu Hancur

Peringatan!!

Segala hal negatif yang terjadi dalam cerita ini tidak patut dicontoh!!

Terkadang aku selalu merasa hidup tidak adil selalu berada pada pihakku. Semua orang merasa hidupku baik-baik saja. Namun, mereka tidak tahu bagaimana aku yang sangat profesional menyembunyikannya. 

Mengetahui kabar buruk mengenai nilai Ujian Nasional, ibuku sangat terkejut. Dia sudah pasti marah. Bukan hanya ibuku, aku juga sangat terpukul. Padahal sebelum melaksanakan ujian aku belajar, bahkan aku mempunyai waktu untuk mengajarkan temanku saat itu. 

Kalian tahu ada sebuah hal yang dilarang ketika ujian akan dilaksanakan. Jangan memberitahukan sesuatu terhadap temanmu contohnya seperti ilmu. Jika bukan temanmu yang gagal tetapi dirimu yang gagal. Ya, Nilainya lebih besar dariku walau hanya beda beberapa angka saja. Namun hal tersebut sangat penting bagiku. 

Aku dan ibuku berjalan berdampingan untuk pulang ke rumah. Semangka Boby kami tinggalkan di rumah Nenek, sebab hujan yang sangat deras sedangkan kami hanya memiliki satu payung. Sebenarnya bisa saja kami membawa Boby pulang dengan menggunakan jas hujan yang aku punya. Namun dengan keberadaan Boby di rumah Nenek, dapat membantu menjaga Melati.

Dalam beberapa menit kami sampai di rumah setelah menempuh derasnya air hujan. 

"Masuk Gin!" ucap Ibu dengan raut wajah yang terus saja datar.

Selama ini semenjak keluarga kami mengalami keretakan aku tidak pernah melihat senyuman yang terukir di sudut bibir ibuku. Terakhir kali aku melihatnya mungkin ketika aku berumur enam atau tujuh tahun. Dan setelah itu bapakku menganggur sangat lama sehingga membuat keluarga kami retak. Sebelumnya bapaku adalah seorang supir angkutan umum. Di zaman itu kami hidup serba cukup. Berbanding terbalik dengan kehidupan kami sekarang.

Kami yang sudah berada di dalam rumah. Dan tatapanku yang terus saja menunduk.

"Sekarang bagaimana Gin, apa yang harus kita lakukan?" ucap ibuku dengan wajah yang terlihat pasrah dan kecewa.

Aku mendongakkan kepala. Untuk pertama kalinya aku melihat ibuku pasrah dan kecewa terhadap diriku. Biasanya aku melihat ibu adalah wanita yang kuat dan tegar menghadapi segala ujian dalam hidupnya. Namun, kini karena perbuatanku, aku melihat sisi lemah Ibu.

"Maaf Bu Ginanti sudah membuat Ibu sedih. Aku juga bingung terhdap nilaiku, saat aku mengerjakan aku merasa kalau jawabanku sudah benar. Namun nilai ini ...."

"Ibu tidak ingin kamu menjelaskan soal nilaimu. Ibu hanya ingin bertanya apa yang akan kita lakukan sekarang? Apa rencanamu?" Pertanyaan Ibu membuatku terdiam.

Aku belum memikirkan apa yang harus aku lakukan saat mengetahui nilaiku yang buruk. Karena pada awalnya aku sudah memikirkan dan memilih sekolah yang aku inginkan dengan nilaiku yang cukup nanti. Namun nyatanya ekspektasi aku hancur. 

"Aku tetap ingin berjuang mendapatkan sekolah tanpa mengeluarkan biaya Bu. Aku akan coba, Ginanti yakin pasti bisa," jawabku. Tidak ada salahnya jika kita berharap akan sesuatu walau kita pun tahu bahwa hal itu sudah pasti mustahil.

"Baik jika itu rencanamu Gin, lalu bagaimana jika kamu tidak mendapatkannya? Secara mendadak dari mana kita mendapatkan uang untuk mendaftar sekolah?" 

Pertanyaan Ibu membuat terdiam. "Kita coba dulu ya Bu, jangan bicara seperti itu." Mencoba meyakinkan Ibu untuk selalu berpikiran positif.

"Kamu atur Gin, nanti ibu coba bicara dengan bapakmu," jawab Ibu dan pergi meninggalkanku untuk pergi ke kamar mandi mengganti pakaiannya yang basah karena hujan.

Sambil menunggu Ibu selesai mengganti pakaian, aku melamun memikirkan semua perkataannya tadi. Untuk makan saja kami sudah susah, belum lagi hutang kami yang sudah banyak. 

"Ibu sudah selesai Gin, kamu ke kamar mandi gantian. Adik-adik biarkan dulu di rumah Nenek, nanti ibu jemput tunggu hujan reda."

Aku mengangguk dan masuk ke dalam kamar mandi.

Hanya dalam tiga menit aku telah selesai, dia tidak ingin berada di kamar mandi dalam waktu yang lama karena udara hari ini sangat dingin dan mendukung. 

Ketika memegang knop pintu dan ingin keluar dari kamar mandi, dia tiba-tiba mengurungkan niatnya.

Lihat selengkapnya