Sudah berhari-hari aku memandangi ponsel milikku. Jika semua memiliki ponsel baru, tetapi aku tidak. Ponsel milikku adalah ponsel yang pernah dipakai oleh bibiku. Dia memberikan ponsel ini karena dirinya tahu jika aku tidak memiliki ponsel. Walau terbilang murah dan sudah tertinggal zaman, tetapi ponsel ini sangat berarti. Dan yang terpenting dalam hidupku adalah sebuah kegunaannya.
Aku berulang kali menghela napas. Perasaan takut selalu saja menyelimuti diriku akhir-akhir ini. Ya, pendaftaran sekolah yang sudah mulai dan hari ini adalah pendaftaran terakhir. Pertama dan kedua aku gagal, lalu bagaimana yang ketiga ini? Jujur aku tidak yakin kalau aku akan berhasil.
"Bagaimana Gin?" tanya ibuku.
"Belum Bu, 6 menit lagi keputusannya," jawabku dengan pasrah.
"Ya sudah kita tunggu!"
Mendengar jawabannya yang pelan membuatku semakin sedih. Baru kali ini aku membuat Ibu sangat kecewa. Mataku yang sudah berkaca-kaca sejak tadi, aku bukan takut jika dia marah dan memukulku lagi. Namun aku takut jika Ibu bersedih, aku yang biasa melihatnya menjadi wanita kuat, tegar dan tegas. Kini melihat sisinya yang lain.
Sudah lewat enam menit kami menunggu. Sudah waktunya menentukan aku lolos atau tidak sebagai yang terpilih. Memasukkan namaku dalam pencarian, sedangkan aku melirik Ibu dalam diam. Tatapan penuh harapan, dan tercampur dengan kepasrahan.
Maaf anda tidak terpilih, tetap semangat ya!
Mataku yang sudah berkaca-kaca sejak tadi kini menangis tersedu-sedu. "Bu ... maaf. Hiks ... hiks ...."
Ibu tidak menjawab, dia pergi keluar dari rumah dengan membawa Boby. Sedangkan aku yang terduduk lemas memandangi ponselku yang masih setia menyala, yang aku pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya kami mendapatkan uang untuk biaya pendaftaran sekolahku? Kami tidak memiliki persiapan sedikit pun, karena kami sekeluarga mengharapkan aku mendapatkan sekolah gratis.
***
Malam ini begitu dingin, ibuku masih saja belum kembali. Aku tahu betapa kecewanya dia terhadapku.
Sepanjang hari aku menangis, bahkan mataku yang membengkak terlihat jelas.
"Apa Ibu marah?" gumamku dengan wajah yang menekuk.
"Assalamualaikum."
Ucapan salam seseorang membuatku tersenyum, walau keadaanku saat ini sangat sedih. Ya, seseorang yang sejak tadi aku nanti kedatangannya.
"Walaikumsalam, Ibu kemana saja?" tanyaku dengan wajah khawatir.
"Ibu habis keluar bersama Boby. Kenapa belum tidur?" Wajahnya yang datar kembali terlihat.
"Aku mengkhawatirkan kalian."
"Kamu tidurkan Boby! Nanti kamu kembali ada yang harus ibu bicarakan sambil menunggu bapakmu!"
Aku mengangguk, Boby yang tadi berada di gendongan Ibu kini beralih kepadaku.