Ginanti sudah meminta izin selama dua hari dengan alasan ada urusan keluarga. Dia tidak bohong, tetapi bukan urusan keluarga seperti yang biasa murid lain lakukan. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi mengekpresikan dirinya ketika mendengar kalau omnya menemukan sang ibu, sebab Ginanti takut terjadi seperti kemarin tidak sesuai dengan harapannya.
"Ayo Gin kita bertemu Ibu!"
"Tidak perlu aku sudah lelah, mungkin Ibu memang sudah tidak memperdulikan aku lagi. Hanya Boby anak kandungnya sedangkan aku anak tiri."
"Jangan bicara seperti itu Gin!" tegas Nenek.
"Tapi Nek, bukannya semua terbukti bagaimana Ibu memperlakukan aku. Kalian semua juga tahu, hiks ... hiks ...." Wajah sedih dengan beribu-ribu kerinduan, dia juga bingung harus bagaimana lagi mencari ibunya. Ingin tidak menyerah, tetapi hati dan pikiran tidak sejalan.
"Gin sudah jangan menangis! Yaudah kalau kamu tidak ingin ikut menjemput Ibu, biar Om kamu saja yang pergi. Kamu tunggu sini jika kamu tidak percaya!" jawab Nenek menenangkan Ginanti.
Pada usia remaja memilih sifat dan sikap yang masih abu-abu. Terkadang bisa berubah secara tiba-tiba.
Tidak peduli dengan ucapan keluarganya, Ginanti justru meletakkan tubuhnya di atas kasur. Dia menyembunyikan wajahnya dari mereka semua. Bersembunyi di balik bantal agar tidak ada yang tahu dia sedang menangis. Bahkan bantal yang kering kini telah basah.
***
Guriyah kini berada di rumah tetangga lamanya. Ya, dia berbicara untuk menumpang sebentar. Dia tidak mau menyusahkan orang lain, mengingat kondisi pertama kali dia pergi dan berada di rumah temannya.
Dalam sebuah alur kehidupan kita tidak tahu bagaimana kehidupan asli orang itu. Dia yang tampak bahagia, tetapi nyatanya sedih. Dia yang baik-baik saja, rupanya menyimpan banyak masalah.
"Bu, saya janji sebentar di sini sampai Akbar jemput," ucapnya.
"Lama juga tidak apa-apa, kita tetangga lama sudah seperti saudara juga. Sudah makan belum? Ini kebetulan aku masak, makan dulu sekalian kamu cobain masakan aku udah lama kita tidak ketemu," jawabnya dengan memberikan sebuah lontong sayur.
Guriyah tersenyum, dia benar-benar merepotkan banyak orang. Dia ingin menolak karena dirinya merasa tidak enak, sudah diberikan tumpangan tetapi dia mendapatkan hal lebih.
"Makasih ya Bu, saya jadi tidak enak sudah merepotkan seperti ini."
"Tidak apa-apa Gur, jangan bicara seperti itu lagi. Kamu yang sabar ya Gur, semua pasti selesai. Pelan-pelan saja, jangan pergi terlebih lagi melakukan hal-hal yang tidak dia suka. Kamu paham maksud pembicaraan aku Gur? Ingat anakmu dia tidak mungkin bisa ditinggalkan di usia sekecil ini. Namanya Boby ya?"
Guriyah tersenyum, dia menangis. Setiap ada yang menenangkan dirinya dan mengerti tentang masalahnya dia sangat terharu. Bahkan dia terkejut ketika mendapatkan sebuah pelukan.