Semua orang pasti sedang bergosip tentang kedatangan Guriyah. Mengenai masalahnya pun juga sudah tersebar luas terdengar oleh beberapa tetangga di kampungnya.
Wajah malu terhadap ucapan banyak orang tentang dirinya. "Untuk apa aku malu? Ini masalahku, belum tentu mereka bisa kuat seperti aku," gumam Guriyah yang sedang berjalan pulang menuju rumah ibunya. Setiap perjalanan tatapan mata banyak orang tidak henti-henti menatap wajahnya.
"Lihat itu Guriyah, muka tembok ya. Sudah pergi tetapi balik lagi."
"Iya, ya Bu. Tidak ada malu sama sekali."
Guriyah menghentikan langkahnya, tangannya terkepal ketika mendengar ucapan mereka. Bukankah Guriyah harus diberikan apresiasi dan semangat karena tidak menyerah dalam menghadapi masalah ini? Jika orang lain menghadapi masalah seperti Guriyah mereka pasti sudah mengakhiri hidupnya.
"Ibu, sudah masuk saja. Ucapan mereka tidak usah dipedulikan!" ucap Ginanti yang menghampiri sang ibu ketika melihat raut wajah marah ibunya. Menatap kepergian Ibu membuat Ginanti tersenyum miring. "Ibu ... Ibu ... tidak ada kerjaan lain ya selain mengurus kehidupan orang? Hidup kalian saja belum benar, kalian juga sama seperti ibuku punya hutang. Kalian lihat pengorbanan ibuku, bisa kalian seperti itu? Masih melakukan hal yang sama, tapi berani-beraninya membicarakan ibuku."
Ginanti yang pergi setelah mengeluarkan semua kalimat yang sudah dia persiapkan.
Dia pun pergi setelah membuat para tetangganya terdiam.
Sesuai dengan janji seluruh keluarga. Mereka berkumpul bersama di rumah Nenek Aminah. Walau hanya satu ruangan dan penuh dengan beberapa anak-anak dan cucunya tetapi Aminah tampak bahagia.
"Guriyah kamu tidak usah takut, kita harus membicarakan tentang masalah kamu!" ucap Nenek Aminah yang merasa kasihan melihat Guriyah ketakutan.
Sebagai anak pertama dan sebagai seorang Kakak, Guriyah merasa malu dengan adik-adiknya. Dia membuat beberapa adiknya ikut terseret dalam masalah keluarganya. Guriyah juga tidak mau hal seperti ini terjadi, tetapi nasi sudah menjadi bubur dan dia melakukan itu semua demi kebaikan keluarganya walau nyatanya hal itu adalah sebuah kesalahan.
Sedangkan Ginanti yang duduk di samping sang ibu. Dia memberikan susu botol dan menimang-nimang sang adik dengan penuh kasih sayang.
Saat mereka sedang berkumpul terdengar suara teriakan seseorang.
"Mana Guriyah! Dia pergi begitu saja tidak peduli dengan hutang-hutangnya!"
Mendengar suara yang Guriyah kenal membuatnya terkejut. Sontak seluruh keluarga pun keluar rumah secara bersamaan.
"Ada apa ini? Tidak perlu membuat keributan!" ucap Nuni adik perempuan Guriyah.
"Iya ada apa Mba?" cetus Akbar dengan kesal.
"Kakak kamu tuh dia pergi begitu saja tidak peduli dengan hutang-hutangnya."