SEJUTA KISAH

BulanBintang
Chapter #24

24. Antrian Obat

Masa lalu yang begitu buruk telah dia ceritakan. Pertama kali Ginanti memiliki keberanian lagi setelah bertahun-tahun memendam semua itu. Dia bahkan tidak menyadari kalau dirinya yang aneh dahulu disebabkan oleh mentalnya. Semua orang banyak mengatakan kalau Ginanti adalah anak yang sensitif terhadap hal spiritual. Padahal itu semua bisa saja hanya imajinasi atau mungkin ketika dalam alam sadarnya Ginanti merasa lelah. 

Wanita muda berusia 20 tahun yang dahulu memiliki kehidupan sedikit berantakan kini perlahan-lahan dia susun menjadi rapi. 

"Iya kurang lebih ceritanya seperti itu dok. Bahkan saya juga pernah melihat Ibu saya ada dua. Pertama saat itu dia memberikan perintah untuk makan, lalu selang beberapa menit Ibu saya datang lagi tapi hanya diam dan menatap saya sambil tersenyum. Awalnya saya tidak menyadari, tapi setelah beberapa menit saya sadar saat itu saya langsung berteriak ketakutan. Senyumnya sangat menakutkan dok," ucap Ginanti.

"Baik Ginanti, Terima kasih sudah mau terbuka dan bercerita lebih banyak Ginanti tentang kehidupan kamu. Memulai untuk bercerita jika terjadi masalah itu adalah sesuatu hal yang baik. Dan kamu saat ini masih dihantui oleh masa lalu sehingga kamu mengalami depresi berat, stres berat. Kamu perlu istirahat! Kamu perlu egois, pentingkan diri kamu sendiri. Lebih banyak bercerita lagi oleh orang terpercaya kamu, kamu harus lebih serius juga mengutarakan perasaan! Jika kamu tidak suka bicara saja begitu juga sebaliknya."

"Iya dok terima kasih sudah mendengarkan cerita dan keluhan saya."

"Sama-sama, sementara saya akan memberikan obat untuk kamu Ginanti. Obat ini untuk mengurangi insomnia kamu. Jangan lupa diminum sesuai aturan ya dan juga kamu harus kembali lagi bulan depan!"

"Iya dok, kalau begitu saya pamit karena saya menyadari waktu konsultasi saya juga sudah selesai. Terima kasih dok."

"Iya hati-hati Gin."

Ginanti pun pergi setelah waktu konsultasinya sudah selesai. Setiap pasien diberikan waktu untuk berbincang dengan dokternya kurang lebih dua jam. 

"Bu ...." panggil Ginanti kepada sang ibu yang sejak tadi melamun. Sedangkan Guriyah yang diam saja tidak menjawab dan entah apa yang ada dipikirannya sehingga membuat Ginanti terus menerus memanggil namanya. "Bu ... Bu ...."

"Eh iya Gin, kamu sudah selesai. Bagaimana di dalam tadi? Tidak terjadi apa-apa kan?" tanya Guriyah dengan raut wajah khawatirnya.

Ginanti pun menggelengkan kepalanya. Mata yang bengkak karena pada sesi konsultasi tadi dia menangis sehingga membuat Guriyah khawatir. 

"Gin, bagaimana tidak apa-apa kan? Ibu takut Gin kamu jawab jangan hanya menggelengkan kepala saja! Bikin ibu panik kamu tahu."

"Iya Bu, tidak terjadi apa-apa. Semua berjalan dengan baik. Ini aku di kasih resep obat," ucap Ginanti dengan memberikan selembar kertas.

"Ini ambil obatnya pake uang lagi tidak ya Gin?" tanya Ibu Ginanti.

"Sepertinya tidak Bu. Untuk obat gratis Bu, kita coba saja!"

Ginanti yang berobat ke psikiater memang di tanggung oleh pemerintah karena dia yang memiliki kartu berobat gratis. Sebelum pergi ke Rumah Sakit Jiwa Kasih Bunda Ginanti berobat ke puskesmas terlebih dahulu untuk meminta surat rujukan, untungnya ketika meminta surat tersebut dia tidak dipersulit justru semua dokter dan perawat di sana menerima bahkan memeluknya dengan setengah hati. 

Mereka berdua yang sedang berjalan untuk menuju penembusan obat yang berada di gedung sebelah rumah sakit. 

Melihat betapa panjangnya antrian membuat Ginanti menghela nafas.

Lihat selengkapnya