Hari yang paling membahagiakan dalam hidup bagi Ginanti hanya ada dua, pertama hari ulang tahun dan yang ke dua adalah hari gajiannya. Pada akhir bulan bukan hanya Ginanti saja yang menantikan melainkan semua para pekerja juga menunggu kedatangannya, walau pada akhirnya gaji yang di dapat bertahan hanya beberapa jam saja. Uang itu seperti angin yang pergi tanpa ada niat untuk singgah. Bukan karena dirinya yang boros tetapi ini semua adalah takdir yang harus dia lakukan.
"Gin, sudah gajian?" tanya Guriyah.
"Belum Bu, mungkin sebentar lagi."
"Nanti kalau sudah info ke Ibu ya Gin."
Ginanti mengangguk, dia yang saat ini baru saja terbangun dari tidurnya. Semalam Ginanti tidur dengan sangat nyenyak semua karena obat yang diberikan oleh dokter. Efek samping obat itu benar-benar ampuh terhadap Ginanti yang kesulitan tidur. Walau pada awalnya meminum obat itu membuat Ginanti merasakan pusing dan dia yang terdiam seolah-olah terhipnotis lalu dalam hitungan detik Ginanti tertidur.
Ting!
Suara notifikasi pesan membuat Ginanti dengan cepat langsung mengecek ponselnya.
"Akhirnya yang di tunggu-tunggu," celetuk Ginanti tersenyum tetapi senyumannya pun pudar ketika mengingat dalam satu bulan lagi dia masa kontraknya sudah akan habis.
Dia yang terduduk di atas kasur tidurnya dengan melamun. Waktu semakin cepat, Ginanti harus mencari pekerjaan baru. Berat rasanya bagi Ginanti meninggalkan pekerjaan itu karena sudah terlanjur nyaman, tetapi ini adalah peraturan setiap perusahaan. Wajahnya yang murung memikirkan bagaimana hari-harinya nanti ketika dia menganggur. Sebagian besar orang sangat sulit mencari pekerjaan apalagi Ginanti yang berada di kota. Banyaknya kualifikasi yang diberikan oleh beberapa perusahaan membuat Ginanti sulit menyesuaikannya. Seperti tinggi badan, usia dan terkadang domisili pun juga. Bahkan beberapa perusahaan ada yang mencari fresh graduate tetapi yang sudah memiliki pengalaman. Apakah ada yang seperti itu?
Mencari pekerjaan di Indonesia itu memanglah sulit, sebagian besar orang lebih banyak menganggur atau mungkin mereka bekerja tetapi dengan bayaran yang terkadang tidak masuk akal. Sedangkan para pencari kerja hanya bisa pasrah.
"Kira-kira berapa lama ya aku menganggur nanti? Apa sebulan atau dua bulan?" ucap Ginanti berpikir. Rumahnya yang kini terlihat sepi karena Bapak yang berangkat kerja dan Boby pergi ke sekolah. Sedangkan Ibu dan Melati pergi keluar untuk membeli jajanan. "Arghhh ...." Ginanti berteriak memegang kepalanya yang terasa pusing. Kembali lagi dia merasakan rasa sakit itu. Sebenarnya Ginanti telah menyadari satu hal, kepalanya akan terasa sakit jika Ginanti berpikiran sesuatu hal yang berlebih.
Dia pun berdiri merapikan tempat tidurnya rumahnya masih sama seperti dulu hanya satu ruangan saja tetapi rumah yang sekarang sedikit lebih lebar dari sebelumnya. Ya, Ginanti telah pindah rumah walau jarak rumahnya masih saja berdekatan dengan rumah sang nenek. Dia yang pindah rumah memiliki alasan yaitu ingin memulai kehidupan yang baru dan agar keluarganya juga tidur tidak saling berdempetan. Berbeda tidak seperti dulu Ginanti pindah karena tunggakan kontrakan yang banyak dan juga karena hutang yang melimpah membuat keluarganya harus bersembunyi tetapi keluarganya masih bertanggung jawab membayar hanya saja tidak secara langsung melainkan melalui transfer bank.
Tok!
Tok!
"Gin ... kamu sudah bangun?" teriak Ibu.
Pintu yang selalu tertutup membuat Ginanti tampak nyaman dengan kegelapan dan ketenangan. Dia hanya keluar seperlunya saja yaitu berangkat bekerja atau mungkin pergi ke rumah sang nenek.
"Sudah Bu, sebentar ...." Ginanti menjawab sambil membuka pintu.