Kembali pulang ke rumah dengan kondisi Ginanti yang tampak aneh. Guriyah tidak berani bertanya kepada putrinya, dia tidak mau putrinya memikirkan pertanyaannya nanti. Guriyah memilih untuk diam dan mencoba menenangkan dirinya.
"Kamu tenangkan diri kamu ya Gin, tidak perlu takut mereka baik-baik saja!" ucap Guriyah sambil mengelus rambut panjang Ginanti.
"Tapi Gina takut Bu, orang-orang ramai itu sepertinya membicarakan kita Bu. Mereka membicarakan keluarga kita, wajah mereka terlihat bahagia melihat Gina sedang menganggur Bu."
"Tidak seperti itu Gina, itu hanya pikiran buruk kamu saja. Mereka tidak membicarakan kita, mereka punya topik sendiri yang akan mereka bicarakan."
"Tidak Ibu mereka membicarakan kita, tadi saja teman Ibu membicarakan Ibu. Dia bilang kalau Ibu ke luar mencari utang lagi. Hiks ... hiks ... mereka membicarakan kita Bu, mereka merendahkan kita. Kenapa harus keluarga kita yang berada di posisi seperti ini? Sejak dahulu Bu, Ginanti lelah," ucapnya sambil menangis.
Guriyah terdiam, jadi tadi di taman Ginanti bohong kepadanya kalau sebenar tetangganya itu berbicara buruk tentang dirinya sehingga membuat Ginanti kepikiran dan menjadi seperti ini lagi.
Pertanyaan yang diberikan oleh Ginanti tidak bisa Guriyah jawab. Semua yang terjadi dalam keluarganya sudah menjadi takdir.
"Ginanti kita harus sabar, kamu tidak mau penyakit kamu semakin parah kan?" tanya Guriyah.
Ginanti menjawab dengan menggelengkan kepalanya dengan lesu.
"Jika kamu tidak mau, semangat Gin. Jangan jadi seperti ini, ikhlas sayang dengan masa lalu itu. Semua yang terjadi dalam keluarga kita sudah kehendaknya. Anggap saja kita keluarga terpilih, kamu jangan seperti ini ya Gina."
"Tapi Bu, kenapa harus keluarga kita? Gina lelah Bu, sekarang Gina menjadi pengangguran. Bagaimana nanti Gina membayar sisa hutang Ibu? Lalu kalau keluarga kita kekurangan uang bagaimana?" tanya Ginanti dengan tatapan bingung.
Guriyah sontak langsung membawa Ginanti ke dalam pelukannya. Memeluk putrinya dengan erat.
Tidak pernah terpikirkan oleh dirinya kalau Ginanti menjadi seperti ini. Guriyah tidak kuat melihat Ginanti menderita seperti itu menangis, marah dan bahkan sering melukai diri. Dia tidak mau kehilangan putrinya. Jika semua terjadi karena masa lalu yang telah dirinya perbuat dia rela menerima seluruh hukumannya.
***
Semua rekan kerjanya sedang bersenang-senang walau sebenarnya dia merasa sedih dan kehilangan karena tidak adanya Ginanti dalam acara ini. Mereka bahkan khawatir apa yang terjadi terhadap Ginanti karena jawaban yang sedikit tidak masuk akal.
Mereka semua ingin jawaban yang benar dan pasti bahkan Nadia teman dekat Ginanti pun juga memberikan alasan yang sama sehingga membuat mereka semua yang berada di luar kota Jakarta menghubungi Ginanti. Tetapi Ginanti adalah wanita yang sulit untuk menjawab telepon. Panggilan mereka tidak ada yang menjawab sehingga membuat mereka semua khawatir.
Jika mereka merasa khawatir terhadap Ginanti maka kekhawatiran mereka benar. Ginanti saat ini sedang berdiam diri di rumahnya. Setelah kejadian tadi pagi dia lebih memilih untuk diam di dalam rumah dan tertidur hingga malam hari. Bahkan Ginanti melewatkan makan siang dan malam, dia memilih untuk tidak membuka kedua matanya. Bukan hanya makan saja Ginanti juga tidak minum. Dia hanya ingin menjadi benda mati, benda yang tidak pernah memiliki nyawa.
"Gina kamu makan dulu ya, dari tadi kamu belum makan Gina. Kamu mau sakit, mau membuat ibu khawatir dan sedih ya?"
"Hmmmm ...."