Sifat setan selalu memenuhi pemikiran Ginanti. Menangis tiada henti karena lelah dengan hidup yang tak pernah pasti. Jika boleh memilih dia lebih baik tidak perlu dilahirkan di dunia dari pada harus melihat betapa sedih dan terpuruk keluarganya.
Ginanti yang selalu ingin mengakhiri waktu ini, tetapi dia tidak bisa. Mengingat bagaimana senyuman, tawa dan canda mereka ketika merasakan sebuah kebahagiaan. Ginanti tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan mereka nanti tanpa ada dirinya.
Berjalan di atas lantai rumahnya yang berbentuk persegi, menginjakkan kaki satu persatu pada kotak itu. Perlahan sambil menangis, Ginanti mencoba untuk menguras seluruh tenaga agar dia merasa lelah lalu berakhir tenang. Melihat keadaan rumah yang sepi hanya ada dirinya membuat dia tampak lega. Tenang jika tidak ada orang di rumah ini. Tidak ada yang melihat bagaimana dirinya menangis, tidak akan ada yang tahu betapa terpuruknya Ginanti sekarang. Ginanti memang menyukai tempat yang sepi, dia juga menyukai sebuah kegelapan tapi bukan kegelapan hidup yang dia maksud.
Selalu merasa kehidupannya sangat gelap, tidak pernah ada warna sedikit pun. Jika sekalinya ada warna itu dia ciptakan sendiri lalu bisa hilang kapan saja.
Tok!
Tok!
"Gina ...."
Ginanti yang sedang berjalan sambil menghitung satu-persatu lantai tidak menyadari jika ada suara yang sejak tadi memanggil dirinya. Pikirannya benar-benar kosong, bahkan ketika orang lain berbicara saja dia mendengarkan tetapi yang dia lakukan hanya menatap dan tidak menyimak apa yang dibicarakan.
"Gina ... ibu pulang Gina, cepat buka pintu!" ucap Ibu yang tidak berhenti-henti mengetuk pintu sejak tadi.
Sedangkan Ginanti yang berada di dalam masih tidak menyadari kedatangan sang ibu padahal suara milik ibunya sangat menggelegar.
"Kenapa harus aku yang merasakan kehidupan pait ini?"
"Kenapa tidak mereka yang lain saja, aku anak yang melakukan segala apa pun untuk keluargaku. Semua aku berikan untuk mereka, bukan aku mengungkitnya tetapi kenapa harus aku yang diberikan ujian seberat ini?" ucapnya sambil menangis.
Semua pertanyaan yang ingin dia tanyakan pada kehidupan terus saja dia ucapkan di setiap langkahnya itu. Ginanti yang sedang berputar pada seluruh rumah kecilnya.
Seperti orang gila yang sudah kehilangan akal itulah Ginanti. Ya, dirinya memang sakit, tetapi dia harus tetap waras. Namun bagaimana? Rasanya sulit, setiap hari kepalaku sakit. Setiap hari bisikan-bisikan itu selalu menghantui, rasa takut dan rasa cemas yang selalu menyelimuti tubuhnya membuat dia selalu saja menyerah.