Setelah pertengkaran kemarin rumah ini menjadi sepi, kami semua saling diam satu sama lain. Tidak ada yang mengeluarkan satu kata sedikit pun. Aku tahu saat ini seluruh keluargaku sedang mendapatkan ujian. Aku yang lemah terhadap masalah keluarga, aku yang selalu berkata ingin menyerah atas semua yang terjadi dalam hidupku. Terkadang aku sering berpikir, kenapa harus keluargaku yang mendapatkan ujian seperti ini? Kami bukanlah orang yang memiliki segalanya, keluarga kami terkadang cukup dan terkadang merasa kurang. Bukan karena aku tidak bersyukur, tetapi rasanya tidak adil. Mereka yang memiliki harta berlimpah tidak memiliki ujian seberat kami? Kenapa ujian itu selalu datang kepada rakyat kecil seperti kami?
Hidupku selalu seperti ini, sejak dulu bahkan hingga sekarang. Jika kebahagiaan datang, tetapi itu semua hanya sementara. Padahal aku anak yang berbakti kepada kedua orang tua, aku anak yang rela mengorbankan segala apa pun yang aku miliki untuk keluargaku. Tetapi setiap langkah seakan tidak ada kemudahan sedikit pun. Begitu juga dengan kedua orang tua aku, pengorbanan mereka sangat besar, tidak kah ada hal baik yang mereka terima?
Mereka semua menaruh harapan besar kepada aku atas apa yang belum mereka capai sejak dulu.
Merebahkan tubuh di atas lantai yang dingin sambil menatap kipas angin yang berada di atas kepalaku.
"Kenapa mereka harus menikah dalam usia yang muda seperti itu?" Kepalaku penuh dengan pertanyaan itu.
Aku tahu orang zaman dulu kebanyakan menikah pada usia muda. Dan kedua orang tua aku yang putus sekolah karena tidak adanya biaya. Aku juga tahu setiap manusia mempunyai cita-cita dan keinginan. Namun, apa mereka tidak memilikinya? Atau mereka mempunyai tetapi karena ekonomi yang tidak cukup sehingga keinginannya tidak terwujud. Memang dalam kehidupan untuk mencapai sebuah keinginan atau pun cita-cita harus memiliki usaha yang besar. Tetapi hanya usaha apakah akan terwujud? Bukankah di dunia ini semua hal membutuhkan uang?
Seperti aku ketika masa sekolah dulu memiliki mimpi untuk menjadi seorang pelukis terkenal, dan aku membayangkan betapa sibuknya aku nanti saat melukis dan di tambah dengan tugas-tugas kuliah yang menumpuk. Namun, sekarang aku sadar ekspetasi yang aku miliki terlalu tinggi. Menjadi seorang pelukis pemula saja butuh uang yaitu untuk membeli peralatan dan perlengkapan yang bisa dibilang mahal. Lalu untuk kuliah bisa saja aku mencari beasiswa atau menggunakan program pemerintah. Tetapi aku sadar tidak semua itu gratis, semua butuh uang. Mulai dari ongkos berangkat atau pun pulang, belum lagi uang lain yang harus dikeluarkan.
Bisa saja aku kuliah sambil bekerja, tetapi rasanya juga tidak mungkin. Jika aku melakukan itu semua siapa yang akan membantu ekonomi keluarga kami?
Ingat semua apa yang kamu mimpikan belum tentu semua akan terwujud. Dan mulai saat itu keinginanku hanya ingin menjadi orang beruntung.
"Gina, bagaimana Gin?" ucap Ibu yang tiba-tiba saja mengejutkan aku.
Aku tahu ke mana arah pembicaraan Ibu. "Ke mana ya Bu? Gina juga bingung, kalau aku pinjam ke teman-temanku tidak mungkin mereka akan memberikan uang sebanyak itu," jawab Ginanti. Dia bisa saja rela menguburkan rasa malunya meminjam kepada teman-temannya tetapi uang sebanyak itu tidak mungkin akan dipinjamkan mungkin jika seratus atau dua ratus ribu bisa saja. Lagi pula dirinya sudah sering meminjam uang.
"Maaf ya Gina, Ibu sudah berpikir semalaman. Kita tidak memiliki cara lain lagi, kamu lakukan pinjaman online saja ya," ucap Ibu yang memberikan saran.