Terbangun dengan kepala yang sakit karena semalam aku menangis.
Menatap diriku di depan cermin, penampilan yang terlihat sangat kacau. Benar kata Boby dan Melati aku sudah seperti monster. Kalian tahu perkataan seorang anak kecil itu tidak pernah berbohong dan tulus.
Aku jadi teringat bagaimana ucapan mereka yang terkadang suka mengatakan kalau aku seperti orang gila. Apa aku terlihat seperti itu sampai-sampai kedua adikku sendiri saja mengatakan. Mungkin mereka mengatakan hal itu karena rasa kesal mereka terhadapku yang terkadang keduanya juga menjadi korban emosi.
Aku bahkan tidak sadar apa yang aku lakukan kepada mereka. Sering kali marah-marah tidak jelas. Lalu jika seperti itu aku sama saja seperti Ibu yang dulu.
"Gina kamu makan dulu! Ibu hari ini membuat makanan kesukaan kamu," ucapnya sehingga membuat aku tersenyum senang.
"Ibu sudah makan?" tanyaku sebelum mengambil nasi. Sebelum makan aku selalu bertanya terlebih dahulu kepadanya sudah makan atau belum. Aku yang tahu Ibu adalah seseorang yang selalu mementingkan semua anaknya dari pada dirinya.
"Sudah Gina, ibu sudah ...."
"Belum kak, Ibu belum makan," jawab Melati dengan kesal tetapi sangat menggemaskan.
Aku pun sontak langsung menatap Ibu. "Ibu kan tahu kalau Ginanti paling tidak suka dibohongi. Kalau Ibu belum makan katakan saja belum jangan berbohong," jawab aku berusaha dengan pelan dan lembut karena hubungan kami yang sudah mulai membaik.
"Kalian saja duluan Gina, ibu bisa makan nanti-nanti saja," jawabnya menolak sambil tersenyum.
"Kalau seperti itu Ginanti tidak mau makan, lagi pula Ibu juga tidak makan."
Wajah kesal dan aku berpura-pura marah kepadanya. Makanan itu tidak akan aku sentuh sampai Ibu juga menyentuhnya.
Aku pun yang belum sempat mengambil nasi membuka penanak nasi. Bukan untuk mengambilnya melainkan untuk melihat cukup atau tidak. Aku melihat nasi memang hanya tersisa untuk tiga porsi saja tetapi aku mencoba membaginya dengan rata. Bukannya memotong kue, aku justru memotong nasi. Ya aku melakukan itu agar membaginya dengan adil. Tetapi aku memberikan porsi yang banyak untuk kedua adikku. Mereka yang masih kecil sedang dalam masa pertumbuhan lebih membutuhkannya.
"Ibu sepertinya nasi Ginanti terlalu banyak," ucapku berbohong.