Aku menatap wajah Bapak yang terlihat sangat pucat, menjelaskan apa yang terjadi dengan dirinya. Terlihat gugup dan tampak sangat ketakutan. Sedangkan Ibu yang sejak tadi tidak berhenti menangis membuat aku tampak bingung.
Jujur aku juga merasa sedih dan kehilangan. Motor itu yang aku berikan untuk Bapak tapi hilang diambil orang jahat itu. Jika sudah terjadi seperti ini aku yakin motorku tidak akan kembali.
"Bu sudah jangan menangis," ucapku sambil mengelus-elus pundaknya.
"Bagaimana Ibu tidak sedih, motor kita hilang Gin," jawabnya lesu.
"Iya Ginanti tahu Bu, tapi sudah itu semua hanya titipan. Ginanti sama seperti Ibu sedih dengan semua ini. Tapi apa boleh buat Bu? Semua sudah terjadi."
"Tapi usahamu Gina, kenapa keluarga kami yang diberikan cobaan seberat ini?"
Aku mendengarkan segala rasa kecewa Ibu atas semua yang terjadi dalam hidup kami. Sedangkan Bapak yang hanya diam saja, mungkin Bapak masih terkejut dengan semua itu. Wajah Bapak yang terlihat sangat lesu dan merasa bersalah karena dia diberikan kepercayaan olehku. Namun membuatku kecewa.
Tidak ada satu kata apa pun yang keluar dari mulutnya, dia hanya diam dan melamun saja. Mungkin Bapak sedang berpikir kenapa dia yang menjadi korban?
Namun melihat kondisi Bapak yang baik-baik saja dan tidak ada sedikit luka satu pun membuat aku merasa tenang. Setidaknya Bapak selamat dari musibah ini.
"Kenapa bisa motor itu hilang Wayan? Kau tidak menjaganya dengan baik," ucap Ibu kesal kepada Bapak.
"Bu sudah!" ucapku yang takut mereka bertengkar lagi. Aku selalu tahu apa yang akan terjadi dalam keluarga ini.
"Kenapa kamu menghilangkan motor Gina? Makanya lain kali kamu menghargai apa yang sudah diberikan oleh anakmu. Ini adalah teguran karena ucapanmu saat itu." Wajah merah Ibu dan ucapan dengan penuh penekanan dapat menjelaskan dengan mudah betapa marahnya dia dengan Bapak.
Aku ingin memisahkan mereka agar tidak bertengkar lagi, tetapi ego Ibu terlalu tinggi dan yang ada nanti aku bertengkar dengan mereka berdua. Aku hanya diam menatap mereka.
Sedangkan Bapak yang saat ini sedang dimarahi abis-abisan oleh Ibu hanya diam. Dia tahu apa kesalahannya, Bapak pun tidak berani melawan ucapannya.
"Kamu tidak tahu dan tidak pernah menghargai bagaimana perjuangan Ginanti untuk motor itu kan? Kamu tidak pernah mengeluarkan uang untuk membayarnya Wayan! Kamu hanya enak pakai saja karena Ginanti tidak ingin bapaknya pakai sepeda sampai tua dan dia tidak ingin bapaknya direndahkan oleh orang lain," celetuk Ibu kesal sambil menunjuk-nunjuk wajah Bapak. "Kamu bodoh Wayan, kenapa bisa si? Bodoh sekali kamu," ucap Ibu kembali.
Terlihat sangat kesal seperti harimau yang akan makan mangsanya saja.
"Bu sudah! Tadi Ibu yang bilang kepada Gina untuk tidak memarahi Bapak atas apa yang telah terjadi ini Bu. Tapi lihat yang memarahinya bukan Gina, tapi Ibu. Sudah Bu yang terpenting Bapak pulang tanpa luka." Aku mencoba menenangkan Ibu walau nyatanya sangat sulit karena sifat keras kepala yang keluarga kami miliki.