SEJUTA KISAH

BulanBintang
Chapter #47

47. Bangkit Dari Keterpurukan

Walau sudah satu bulan lebih aku masih saja merasa sedih, dia mengingat bagaimana ucapan Ibu kepadaku saat itu. Rasa kecewanya dapat aku rasakan. Tidak ada yang bisa aku lakukan lagi.

Saat aku sedang bersemangat dan lebih mendekatkan diri kepadanya. Namun, ujian itu kembali datang kepadaku. Aku tidak tahu kapan semua itu usai, yang aku lakukan sekarang adalah mempersiapkan diri dan ikhlas menerima segala takdirnya.

"Kamu tahu aku hanya seorang anak yang lemah. Kamu tahu juga aku selalu menangis kepadamu setiap hari, terus saja menyerah. Dan ketika aku berdiri kembali kenapa badai datang lagi kepadaku? Tetapi aku tidak apa-apa, aku tahu dirimu memberikan semua ujian itu karena aku anak yang kuat kan? Karena Gina anak yang terpilih, tidak ada yang seperti Gina. Aku mohon kepadamu ya Allah, aku tidak berharap lebih untuk diriku, aku hanya ingin segala harapan orang tuaku tercapai. Aku sebenarnya lelah, aku ingin menyerah tetapi tidak bisa. Janji-janji yang aku ucapkan kepadamu ketika aku berdoa, aku selalu ingat. Maaf aku telah lalai dalam menjalankan segala ibadahmu."

Menangis tiada henti sambil berdoa. Setiap sujud, aku selalu menangis. Rasanya berat, dan sekujur tubuhku lemas. Tuhan memegang erat kelemahanku. Aku lemah bila segala hal yang berkaitan dengan keluarga.

"Aku tahu ini teguran untukku atau ini ujian yang kau berikan kepada aku dan seluruh keluargaku. Tetapi ini berat sekali, jika harus melibatkan kedua orang tuaku aku tidak bisa. Jika ini memang teguran, berikan saja kepadaku. Aku hanya takut jika aku menjadi manusia yang hanya akan menyalahkan dirimu. Aku sudah sangat siap untuk menerima segala ujian yang kau berikan. Aku pun ikhlas ya Allah, tetapi aku mohon bantu aku menjadi anak yang kuat. Buatlah aku menjadi semangat, bantu aku tersenyum kembali seperti dahulu. Angkatlah segala penyakit yang aku miliki, rasanya aneh dengan penyakit itu. Jika boleh jujur aku tidak kuat. Hiks ... hiks ...." Aku berhenti berucap, aku menangis. 

"Aku manusia yang memiliki banyak kesalahan. Aku adalah anak yang menjadi harapan besar bagi seluruh keluargaku. Aku adalah anak yang ingin membuat kedua orang tuanya bahagia. Aku hanya seorang Kakak yang ingin membuat adik-adiknya tersenyum. Aku adalah seorang manusia yang ingin menolong banyak orang ya Allah. Bantu aku untuk mengangkat derajat seluruh keluargaku. Lancarkan segala usaha yang aku lakukan. Berikan aku pekerjaan yang bisa membuat aku selalu bersujud kepadamu. Buat aku sukses ya Allah. Bantu aku untuk mewujudkan cita-citaku. Buatlah aku menjadi manusia yang terus saja menolong banyak orang tanpa melihat siapa itu. Buat aku menjadi anak yang penuh rasa simpati besar dan jadikan aku anak yang mudah luluh dalam hal yang baik. Dan aku yakin, kau memberikan ujian ini lalu setelah itu kau akan memberikan aku sebuah keajaiban yang tidak akan aku duga. Aku akan menunggu keajaiban kamu. Ya Allah aku berharap jangan sampai pondasi rumahku yang retak ini hancur. Jangan ada lagi luka yang lain."

Berdoa sambil menangis, bercerita atas apa yang terjadi dalam kehidupan. Aku ikhlas dan belajar menerima takdir. Permintaanku memang banyak sehingga aku malu sebagai hambanya terkadang lupa terhadapnya.

***

Satu bulan kemudian setelah masalah kami berlalu. Rumah aku masih tetap seperti dahulu, berisik dan tidak pernah ada kata tenang. Namun bagiku itu lebih baik dari pada suatu saat kedua orang tuaku berpisah. Aku tidak bisa membayangkan betapa gilanya aku nanti jika hubungan mereka tidak dapat diperbaiki. Aku yakin mereka adalah jodoh yang ditakdirkan, walau sering bertengkar baik kecil atau pun besar keduanya masih terus bersamaku. Dan walau sebenarnya aku tahu kebersamaan mereka yang masih bertahan hanya untuk anak-anaknya.

Lihat selengkapnya