"Kala!"
Aku memanggil Kala yang berjalan di koridor. Langkahnya pelan. Ia berjalan di antara murid-murid lainnya yang baru saja berhaburan keluar kelas mereka untuk segera pulang ke rumah masing-masing.
"Mau pulang bareng?"
Ajakku setelah berhasil mensejajarkan langkahku di sampingnya. Kala menatapku, terkadang sorot matanya sedikit menakutkan tapi juga seperti menyimpan banyak kesedihan. Tapi iris matanya lumayan indah.
"Tidak usah," ucapnya sambil menggeleng.
"Kamu di jemput?"
Kala menggeleng lagi, tapi tidak mengeluarkan satu katapun.
Aku hanya diam sekarang. Masih berjalan beriringan dengan Kala yang selalu saja menunduk.
"Yang di bilang Mika tadi benar. Jauhi aku,"
Ia tiba-tiba menoleh ke arahku sambil tersenyum tipis. Ia mempercepat langkahnya dan tubuhnya tidak terlihat lagi setelah melewati gerbang.
"Apa tadi dia mendengar ucapanku dan Mika? Sebetulnya kenapa dengan Kala?"
***
Setelah sampai di rumah. Aku mengirim pesan whatsapp kepada Mika tanpa basa-basi aku bertanya pada Mika kenapa aku harus menjauhi Kala.
Cewek tomboi itu sedang online. Tapi dia tidak membalas pesanku dan hanya membacanya. Benar-benar menyebalkan cewek perkasa itu.
Lenganku masih sakit karna di tarik paksa olehnya tadi. Pantas saja Galih yang ketua kelas tidak berani setiap Mika sering membuat gaduh di kelas.
Aku menatap keluar jendela. Kudapati seorang yang kukenal melewati rumahku. Kala! Itu Kala.
Ia masih memakai seragamnya. Apa Kala tinggal di dekat rumahku? Kalau tidak, sedang apa dia dekat rumahku?
"Kamu mau kemana, Ar?"
Mama bertanya padaku yang terlihat terburu-buru hendak keluar rumah.
"Mau menemui teman, Ma."
"Oh gitu. Yaudah hati-hati ya, Ar. Jangan lama-lama pulangnya!"
Aku tersenyum mengangguk. Lalu aku cepat-cepat keluar dari rumah. Semoga saja Kala belum jauh. Saat kubuka gerbang dan menoleh mencarinya, pundak Kala masih terlihat dari sini.
"Kala!"
Teriakku. Kala memberhentikkan langkahnya tanpa menoleh ke arahku.
Aku berlari mendekatinya yang terdiam mematung di sana.
"Kala? Kamu tinggal di sini?"
Tanyaku tersenyum ramah kepadanya yang selalu saja menunduk. Sekarang aku sudah berada di sampingnya.
"Tidak," ucap Kala sambil menggeleng pelan.
"Aku hanya sedang berjalan-jalan saja," sambungnya.
Tumben sekali, biasanya dia hanya berbicara sedikit.
"Berjalan-jalan? Mau kemana? Seragammu juga belum kamu ganti?"
Kala menggeleng pelan.
"Boleh aku ikut denganmu?"
Kala mendongak menatapku yang masih tersenyum. Entah kenapa aku ingin bersama Kala, karna aku merasakan apa yang Kala rasakan di jauhi oleh teman sekelas dan kita berdua juga bisa melihat makhluk halus. Semoga Kala mau berteman denganku, karna dari dulu aku selalu punya teman dan saat semua ini terjadi jujur saja aku merasa kesepian karna tidak punya teman.
"Kamu pulang saja."
"Kenapa? Gak boleh?"
Kala menggeleng pelan, "Bukan begitu."
"Kamu tau, aku tidak punya teman sekarang. Mereka semua menjauhiku karna sekarang aku bisa melihat makhluk halus."
Aku malah curhat di samping Kala. Ia terlihat mendengar curhatanku.
"Saat aku tau kamu bisa melihat juga, aku merasa tidak aneh lagi, seperti bertemu teman... kamu mau berteman denganku, kan?"
"Tapi yang di bilang Mika benar. Kamu harus menjauhiku."
"Sebetulnya kenapa sih, Mika menyuruhku menjauhimu? Dan aku juga penasaran kenapa semua teman sekelas juga menjauhimu. Oh atau karna kamu sama sepertiku bisa melihat mereka jadi teman sekelasku juga menjauhimu?"