"Jadi selama ini lo bukan mengidap skizofrenia, Ar?"
Jihan menoleh ke arahku antusias. Semua murid di kelasku mengerumuni bangkuku. Karna kejadian tadi aku sempat syok. Lalu Galih membantuku kembali ke bangkuku. Mika menawarkanku untuk istirahat dulu di UKS. Tapi aku menolaknya. Aku tidak mau terus-menerus bolak-balik ke UKS. Selama sebulan ini aku sudah dua kali terbaring di ranjang UKS.
"Jadi, Ar selama ini berbicara sama makhluk halus?"
"Gila! Serem!"
"Ajaib!"
"Ajaib apanya si loh, im!"
Leta berdecak sebal dengan ucapan asal Boim.
"Kok bisa, Ar?"
Abel yang duduk di depanku mengerutkan dahinya bingung sambil sesekali ia menyuap roti yang ia genggam.
Kulirik jam sudah menunjukkan pukul tujuh kuranh lima menit. Kalau aku jelaskan kepada mereka tidak akan sempat.
"Nanti gue akan ceritain semuanya ke kalian di jam istirahat. Bentar lagi bel masuk."
Mendengar arahanku yang lain kembali ke kursinya dengan wajah kecewa. Teman sekelasku yang semula antusias kini gaduh, karna aku memutuskan menceritakan semuanya nanti di jam istirahat.
Aku menoleh ke arah bangku Kala lagi. Bangku itu kosong. Kala tidak ada di sana. Mika memanggilku, seperti biasa, panggilan murid-murid yang lagi minta contekan saat ulangan.
"Tsuut!"