Bel masuk berbunyi. Kami semua duduk di bangku masing-masing. Menunggu guru berikutnya datang mengajar. Galih sang ketua kelas yang baru masuk kelas kembali keluar kelas lagi untuk memanggil guru.
Biasanya guru akan masuk tanpa di panggil tapi untuk guru satu ini entah kenapa selalu ingin di panggil. Galih sendiri suka sebal dengan guru ini. Namanya Bu Hera.
"Selamat Pagi menjelang siang anak-anak!"
Sapa Bu Hera. Galih yang di belakangnya mengekor pada Bu Hera. Lalu Galih duduk kembali ke bangkunya.
Aku menoleh ke arah Bu Hera yang baru datang. Ia duduk di bangkunya. Lalu mengeluarkan buku paket dan menyuruh kami membuka halaman 59.
"Tidak ada PR, kan?"
"Tidak, Bu."
Jawab teman sekelasku dan juga aku dengan kompak. Bu Hera memulai pembelajarannya. Aku tidak terlalu fokus dengan apa yang dia ucapkan. Meskipun terus menatap buku paket. Tepat pada Bab yang sedang di bahas Bu Hera, tetap saja pikiranku melayang-layang entah kemana.
Aku terus memikirkan ucapan Kala tadi. Kenapa dia menyuruhku bangun? Ini bukan alam mimpi! Eh atau apa ini alam mimpi! Ah gila! Ini membuat kepalaku pusing!
"Ar?"
"Iya, Bu?"
Aku menoleh ke arah Bu Hera. Ia memanggilku. Apa aku terlihat sekali sedang melamun?
"Barusan ibu jelasin apa?"
"Ibu jelasin..."
Aku mulai panik. Fokus membaca Bab yang di bahas Bu Hera. Dan semua teman sekelasku menatapku menunggu jawabanku. Tapi aku tidak tau mau menjawab apa. Karna terus melamun aku tidak tau sudah sampai mana Bu Hera menjelaskan.
"Jelasin apa, Ar?"
"Ibu sedang jelasin..."
"Sudah! Sudah, Ar! Kamu terlihat sekali sedang melamun. Kamu niat belajar tidak sih?!"
Aku diam menunduk. Memandangi buku paket dengan lesuh. Bu Hera jelas marah. Ia membetulkan kaca mata putihnya yang merosot lalu dia meminta aku keluar kelasnya dan mengurangi nilaiku.
Ah! Sial!
"Keluar kamu sekarang, Ar!"
***
Aku berdiri di koridor. Sama seperti saat dulu aku mengantuk dan ketahuan Pak Budi menguap. Aku sekarang lagi-lagi di keluarkan dari kelas dan berdiri di koridor.
Semoga saja kejadiannya tidak sama. Kali ini makhluk menyeramkan di koridor tidam muncul lagi. Aku tidak mau bertemu dengan makhluk itu. Entah Kala atau siapapun. Aku muak! Walaupun sekarang aku sudah terbiasa dan sudah mengontrol diriku untuk tidak takut atau histeris lagi.
Tapi tetap saja aku tidak mau. Aku ingin berdiri di koridor ini dengan tenang. Aku keluarkan ponselku dan memasangkan headset ke telingaku. Saat aku ingin memasang headset sebelah kanan ada seseorang yang memanggilku. Lirih.
"Ar..."
Ah suara siapa lagi sih itu! Suaranya pelan. Juga terdengar sepertu merintih. Menakutkan sekali suaranya. Lalu isakan tangis mulai terdengar. Ah menyebalkan! Jangan lagi! Apa itu Kala?
"Ar..."
"Ah! Mika!"
Aku mendengus sebal melihat sosok cewek perkasa berkucir kuda itu kini tertawa. Ia memengangi perutnya dan tidak juga berhenti meskipun aku sudah menatap tajam dirinya yang sekarang berada di sampingku.
"Lo takut?"
"Gue bukannya takut. Cuman kaget!"
"Alasan aja lo! Bilang aja lo takut."
"Gak!"
"Iya!"
"Gak!"
"Iya!"
"Diem, lo!"
Mika kembali tertawa lagi. Kini semakin terbahak. Lagi-lagi memegangi perutnya. Mungkin di pikiran cewek ini, ini begitu lucu.
"Lo pikir gue Kala, ya?"
"Enggak."
"Bilang aja, iya... lo kangen sama pacar lo itu."
Mika lagi-lagi tertawa. Keterlaluan cewek tomboi ini!
"Gue bilang diem!"