#Sekartaji
#Sekar #Dulay #Panji
Part 1. Kecelakaan Hati
"Aaaaak!"
Motor berdecit dengan keras ketika aku menginjak rem dalam-dalam. Aku mencoba mengerem sekuat tenaga supaya sepeda motor yang kukendarai tidak mencium bamper mobil di depan yang mendadak berhenti. Kecepatan yang kutempuh cukup merepotkan untuk membantu meredam dan berhenti seketika. Kecepatan biasa yang kupikir masih masuk kecepatan normal, 60 km/ jam. Ditambah keadaan motor yang lama tak dirawat dan usia yang sudah tua.
Hilang kendaliku atas sepeda motor matic kesayangan yang sudah menemaniku sejak SMA. Oleng. Dan jatuh bedebam di aspal keras lagi kering. Kaki sebelah kananku terjepit badan motor. Kepalaku terasa nyeri tak tertahan. Gelap.
***
Kepalaku masih berdengung, nyeri dan seperti ada yang memukul-mukul. Aku berusaha membuka mata sekuat tenaga, sambil menahan sakit di kepala dan seluruh badan. Di tangan kananku terpasang selang yang menyambungkan dengan infus penuh bergantung di tiang infus.
Mataku menyorot sekitar. Menyusuri sisi demi sisi. Kosong. Hanya benda-benda serba putih yang tampak.
Aku berada di ruangan cukup luas. Disisi kiri ranjang ada meja kayu yang tingginya sejajar dengan ranjang. Ada beberapa kursi plastik tersusun rapi di sudut ruangan.
Aku berusaha bangkit dari posisi tidur. Mengangkat badan rasanya sangat berat. Tangan tak kuat menahan beban tubuh. Badan bagaikan kehilangan tulang-belulang.
Aku menyerah. Diam dan hanya mengamati sekitar. Tak tahu bagaimana aku bisa berada di sini. Siapa yang membawaku ke sini? Siapa yang akan membayar tagihannya? Siapa yang terluka parah?
Kepala terasa makin pusing, akibat aku memikirkan banyak hal. Tak hanya disebabkan oleh luka benturan kecelakaan saja. Bagaimana kondisi ibu yang kuantar pulang tadi? Bagaimana nasib sepeda motor kesayangan? Bagaimana respon pemilik mobil yang tak sengaja aku tabrak tadi? Bagaimana caranya aku mempertanggungjawabkan semua ini?
Bagaimana bila aku dituntut si pemilik mobil karena menabrak mobilnya? Bagaimana nasib ibu-ibu yang aku antar pulang tadi? Bagaimana nasib sepeda motor bututku? Bagaimana dan bagaimana?
"Astagfirullah haladzim," lirih kulafadzkan istighfar agar sedikit tenang.
Aku memejamkan mata. Mencoba melupakan segalanya sejenak.
Kembali kuingat pesan dari ibu, bahwa setiap kejadian tak ada yang kebetulan. Apa yang menimpa kita sejatinya adalah rencana-Nya atau setidaknya atas izin-Nya. Aku harus yakin, aku harus percaya.
Allah. Ampuni hamba. Pasti banyaknya dosalah yang menyebabkan bala ini menimpa. Aku tak berani menyalahkan siapapun. Pun dengan mobil yang mendadak berhenti itu.
Indra penciumanku menangkap aroma harum. Terdengar langkah kaki yang ritmis seolah sedang menuruni bukit. Sekelebat bayangan mempesona kulihat mendekati gagang pintu dari kayu yang sebagian kecil ada kacanya.