Bunyi mendenging panjang, menambah sakit di kepalaku. Suara wanita ini selain menyakitkan di hati, juga melukai telingaku. Aku coba meredam rasa sakit ini dengan menekan keras kepala menggunakan kedua tanganku. Tak banyak membantu, tetap nyeri. Dan aku merasa tak akan bertahan. Gelap kemudian.
***
Sayup kudengar suara riuh. Beberapa suara sedang berbicara pelan. Kukerjapkan mata perlahan.
"Alhamdulillah Sekar siuman." Suara dari salah satunya.
"Teman-teman." Tak sanggup kulanjutkan berkata.
Teman-teman kos Seruni dan teman-teman liqo datang menjengukku. Ada rasa haru membuncah di dalam sini. Aku sering berburuk sangka dengan tidak akan adanya teman yang peduli padaku.
"Huhuuhuhu. Hiks... Hiks... Hiks..."
Tak bisa kubendung air mata yang berebut mengaliri pipi. Tak mampu berkata lagi, mulut bagai terkunci. Mereka mendekatiku satu per satu, menjabat tangan, cipika-cipiki sambil membisikkan kata-kata positif. Aku tidak menyangka teman-teman kos dan teman-teman liqo mau bersusah payah untuk menjengukku.
"Sekar pasti kuat."
"Mbak Sekar kami ada di sisimu."
"Sekar, bertahanlah. Allah tidak pernah meninggalkanmu."
Teman-teman liqo ada 5 orang. Berbeda fakultas dan berbeda jurusan di antara kami. Di pandu oleh seorang murabbi, seperti mentor yang siap dijadikan tempat berkeluh dan koordinasi.
Teman kos kebanyakan saling acuh, hanya setiap berpapasan saling menyapa dan say hello saja. Total ada 12 kamar, berada di belakang rumah ibu kos lokasinya. Cukup luas, bersih dan tentunya murah meriah.
Teman-teman liqo yang sedikit banyak mengenal diriku lebih dalam. Seminggu sekali dilaksanakan pertemuan. Selain menjalin ukhuwah pertemanan, ada waktu khusus saling bercerita. Cerita suka dan cerita duka.
Pertanyaan kembali terlintas di benakku. Siapakah yang memberikan kabar tentang nasib malangku ini? Ehmm bukan, bukan nasib malang Sekar! Ini adalah kesalahanku. Akulah penyebab terjadinya kemalangan ini. Seandainya aku lebih memilih membantu Dimas mengajar anak-anak TPA.
Siang tadi Dimas dan kawan-kawan ada agenda bulanan, mengunjungi Tempat pendidikan Al-Qur'an (TPA). Aku sudah mengiyakan sejam sebelum jadwal. Namun, 5 menit sebelum jam 14.00 itu ada panggilan dari aplikasi ojek onlineku.
Tanpa memikirkan janji dengan Dimas, aku terima dan segera meluncur ke lokasi di mana customer berada. Kupikir ini adalah rejeki hari ini. Seharian belum sempat narik penumpang, ada jadwal kuliah hingga siang.
"Mbak Sekar... Bagaimana keadaanmu? Kepala Mbak Sekar masih sakit? Aku dengar Mbak Sekar beberapa kali pingsan? Tak biasanya, Mbak Sekar adalah wanita yang kuat."
Entah sudah berapa jam aku pingsan, sayup-sayup kudengar suara adzan magrib. Jam dinding yang menempel di dinding atas menunjukkan pukul 06. 00 sore. Terakhir kuingat tadi saat wanita setengah baya pemilik mobil yang mendadak berhenti datang, pukul 16.00.
"Alhamdulillah dek, mbak sudah baikan." Jawabku dengan tersenyum bahagia.
Samar-samar kulihat lagi sosok Mas Dulay berjalan mendekati ranjangku. Ternyata ia masih di sini, menungguiku? Kenapa hatiku jadi berdebar tak karuan. Padahal aku belum kenal dan belum tahu apa motifnya berbuat baik padaku. Menolongku? Siapa sebenarnya dia?
Tak sampai mendekatiku, dia berhenti di antara teman-teman yang mengunjungiku. Bagai terkejut, ekspresi beberapa temanku nampak terbengong. Hanya Mbak Sela yang menunduk dalam menjaga pandangan.
"Assalamualaikum teman-teman. Silahkan kalau teman-teman mau melaksanakan sholat magrib dulu, biar saya yang menemani Sekar." Menatapi satu per satu teman-teman di ruangan ini. Total 8 orang, 4 teman liqo termasuk murabbi dan 4 teman kos yang cukup dekat denganku.