"Mas, maaf. Saya butuh waktu lama untuk bisa membayar semua pinjaman. Mas Dulay total dulu, lalu kirim ke nomorku ya. Sekalian nomer rekening. Tiap saya ada uang, saya akan segera cicil. Saya berjanji akan membayar, saya tidak akan kabur mas. Jaminan apa yang membuat mas Dulay yakin?"
***
Hari ahad pagi aku telah diijinkan pulang dari rumah sakit. Satu minggu sudah memulihkan kondisi kesehatanku. Kata dokter bisa lebih lama apabila aku lebih terpuruk kejiwaannya.
Selama satu minggu itu, aku melewati tahap demi tahap pemulihan. Selama itu pula, mas Dulay pulang pergi setiap hari menjengukku. Katanya, rumah sakit ini searah dengan kantornya. Sehingga bisa sekalian ke kantor, entah sebelum atau setelahnya.
Teman-teman juga silih berganti datang, membawa makanan atau minuman. Meskipun sudah aku cegah supaya tidak perlu membawa apa-apa ketika ke sini, sebab aku sudah mendapat jatah makan. Tetap saja mereka memaksa. Aku merasa tidak enak sudah merepotkan waktu, tenaga, biaya. Mereka sama sepertiku, masih berstatus mahasiswa yang belum memiliki keuangan stabil. Namun kuhargai iktikad baik mereka. Mereka membawa hasil masakan bersama di kontrakan.
Padahal di sini aku juga mendapatkan teman. Aku tidak pernah sendirian. Mereka membagi tugas tiap hari agar ada yang menjaga.
Waktu kepulanganku itu, hanya mas Dulay yang datang. Dia sengaja? Ini kan hari ahad, apakah dia masuk kerja? Aku tak berani menanyakan. Hanya sempat terkejut, sebab aku tak mengabari kalau hari ini boleh pulang.
Rencanaku, aku akan bayar sisa tagihan rumah sakit dengan meminta keringanan. Rumah sakit milik negara, seharusnya ada prosedurnya kan? Aku yang tidak memiliki uang tabungan sepeserpun kebingungan.
Namun, pagi itu mas Dulay datang dengan senyum mengembang. Kuperhatikan, semakin tampan.
Tuk.
Kuketuk kepala bagian depanku memikirkan hal-hal di luar nalar. Ya, bagaimana bisa aku memikirkan perasaan di saat begini.
Sekaar... plis jaga kewarasan. Jaga mata dong Sekar! Bisa-bisanya kamu melotot begitu melihat lelaki yang bukan mahrom? Katanya aktivis dakwah?
Hati kecilku bergejolak. Perang batin? Pernah? Aku sering. Hampir setiap hari aku akan melakukan ini. Perang kecil kadang perang besar.
Beribu pertanyaan masih mengganjal. Kenapa dia peduli? Apa dia mengenal aku sebelumnya? Kalau hanya sebatas rekan berkendara di jalan dan bersimpati, kenapa sejauh ini membantunya? Aku harus bagaimana?