Sekat

Imelvay
Chapter #10

#9

Percayalah, bergantung pada orang lain hanya akan membuat kamu lelah. Apalagi berharap terlalu tinggi agar dia yang kamu cinta selalu di sisi tiap kamu membutuhkannya.

###

Zifa melahap cone es krim yang tinggal sepucuk. Pada saat yang bersamaan, sepeda Virgo berhenti tepat di depan saung kecil tempatnya duduk, di taman kota.

"Yeee, Igo gue dateng!" Zifa meringis lebar. Cahaya matahari senja menyiraminya. Membuatnya tampak sangat bersinar.

Cowok itu menunjuk ke arah giginya. Di mana dia bermaksud mengisyaratkan pada Zifa kalau sisa coklat es krim masih menyangkut di sela-sela gigi. Pipi cewek yang dia maksud memerah. Malu lantas menutup bibir.

Saat turun, hal yang dilirik Virgo pertama kali adalah buku-buku kimia milik Zifa yang berserakan di atas lantai saung. "Ulangan fisika kok belajar kimia?" singgungnya. Tadi pagi Zifa bilang besok dia ulangan fisika. Tapi sekarang dia malah membawa setumpuk buku kimia yang tebal-tebal.

"Gue salah ngomongnya. Lo sih nggak bawa hape, jadinya kan gue nggak bisa sms." Dia beringsut, kemudian duduk bersila sambil mengambil satu buku tebal dan merapikan lainnya, menepikannya dari hadapan.

Ada bunyi keriut saat Virgo duduk. Dia menyusut hidung. Lalu menyisir asal rambutnya ke belakang. Rasanya sumpak. Dan dia ingin sekali mandi, atau langsung menceburkan diri di kolam ikan yang ada air mancurnya di dekat taman bunga selatan sana.

Sambil membuka mulut menjelaskan ini-itu seputar kimia pada Zifa, Virgo terus saja menarik-narik kerah bajunya mengusir rasa gerah yang terlalu parah.

"Vir, lo kok akhir-akhir ini sibuk banget, sih? Ada olimpiade lagi, ya?"

Mata Virgo langsung berhenti menjelajah setiap baris kalimat dalam buku Zifa dan menyela penjelasannya. Dia juga menghentikan tangannya yang sedang menarik kerah itu. Kesibukannya itu kan gara-gara dia lebih sering menemui Oka sekarang. Tapi dia tak mau bilang terlebih dahulu pada Zifa. Takutnya, bibir mungil yang cerewetnya minta ampun itu malah membeberkan semuanya pada orang lain.

"Iya, Fa. Nggak lama lagi maju tingkat nasional di Palembang," dalih Virgo yang lalu melanjutkan penjelasannya. Kali ini hanya mulutnya yang bergerak. Virgo itu paling nggak bisa diajak basa-basi.

Sisa waktu yang mereka lewati mendadak berubah dengan suasana hening dan canggung. Suara Virgo memelan dan agak terbelit-belit diiringi cicit burung di atas pohon-pohon taman yang senyap. Keduanya malu-malu.

Dengan Zifa yang beberapa kali salah menulis sehingga harus berkali-kali meminta Virgo tip-ex. Dengan Virgo yang tersendat-sendat ketika menerangkan materi. Entahlah. Yang pasti, debaran jantung mereka yang sama-sama melunjak membuat mereka salah tingkah. Mereka terus mengomel pada jantung masing-masing.

"Emh ..., Fa. Aku. Beli. Minum dulu, ya?"

Apa sih yang tidak diketahui Zifa tentang Virgo? Hal ini tentu saja membuat Zifa yakin seratus persen kalau Virgo juga sedang gugup. Bicara terbata. Ada keinginan minum secara terus menerus. Itu gejalanya.

"Vir, gue satu, deh."

Virgo hanya tersenyum tipis. Lalu dia pergi. Belum ada lima menit dia sudah kembali duduk di depan Zifa membawa dua botol air mineral.

"Istirahat dulu deh, Vir."

Mereka duduk bersebelahan di tepi saung. Virgo dengan kaki bersila dan Zifa yang memeluk kedua lutut. Menatap awan-awan yang bergelimpangan di langit, yang telah terwarnai oleh sinar surya berwarna oranye. Sangat indah.

Suasana ganjil di antara mereka reda seiring air meluncur membasahi tenggorokan keduanya, menghalau dahaga dan kekeringan yang membuat mereka enggan mengobrol.

"Vir ...."

Lihat selengkapnya