Maaf, bukannya aku tidak mau memberikan seluruh perhatianku pada kamu. Aku hanya tidak ingin perasaan ini terus tumbuh seperti mawar, yang harum namun penuh duri.
###
Pertanyaan demi pertanyaan menyerang pikiran Virgo. Menyita seluruh perhatiannya. Kesal rasanya ketika mempertanyakan sebuah hal namun tak jelas penerangannya, tak menemukan ujungnya. Semua rahasia itu masih terkemas rapi. Belum bocor barang sedikit pun.
Jadi, apa yang terjadi setelah pembatalan pertunangan itu? Raka menikah dengan Devina, dia lahir, lalu apa yang terjadi selanjutnya?
Raka pernah bercerita kalau dirinya sama seperti Rendra dan Virgo. Diidolakan hampir semua anak di sekolah. Sampai kemudian Raka dipertemukan dengan sosok adik kelasnya, yang sagat enerjik, memiliki kepercayaan diri begitu tinggi, dan sangat mengidolakannya. Darinya, Raka yang masih cupu, tak mengerti perasaan yang biasa disebut cinta, telah jatuh hati kepada adik kelasnya tersebut. Sampai kemudian mereka dekat. Menjalin hubungan selama tiga tahun. Lalu pada akhirnya Raka memutuskan untuk melamarnya, yang berakhir putus hubungan karena tak mendapat restu dari orang tua cewek tersebut.
Dan sekarang Virgo tahu siapa cewek itu.
Cewek yang ada dalam foto.
Mama Oka.
Kegeramannya reda sementara waktu, diselingi Virgo yang diharuskan menoleh dengan kernyihan jijik ketika suara sendawa keluar dari mulut Difta. Cowok itu benar-benar nggak ada jaimnya sama sekali.
"Makasih, Bren. Duh, masakan kak Rendra makin enak! Mulai besok bawain tiga ya, Bren?" cengirnya seraya mengempaskan tubuh ke kursi dan mengelus perut yang begah itu.
Asal kalian tahu, ya. Difta itu sebenarnya sudah makan semangkuk siomay ditambah es teler di kantin. Ternyata masih minta nambah. Anehnya, sebanyak apapun Difta makan, tubuhnya nggak gendut-gendut, tuh. Cuma pipinya aja yang paling berisi.
"Bren, minggu depan ada classmeet tiga hari. Lo ikut basket, ya? Gantiin gue, OSIS jadi panitia soalnya. Biasalah ...." Galih melipat-lipat kertas di depan Virgo. Membentuknya menjadi pesawat. Lalu melemparnya sampai lepas keluar kelas melalui pintu.
Tiba-tiba terdengar kegaduhan di luar diikuti suara cewek yang menangis histeris. Beberapa langkah orang yang berkerumun berlari melewati depan kelas XII IPA 1, dan beberapa lainnya berderap mengikuti sambil berdesus. Banyak yang mengenakan seragam olahraga. Sebagian anak di dalam kelas langsung berlari keluar. Tertarik dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Sterilkan jalan! Darurat! Darurat!" teriak seseorang di luar keras-keras.
Virgo terkesiap. Dia kenal suara tangis itu. Zifa! Sekarang jadwal kelas cewek itu pun olah raga. Jangan-jangan ....
"Bren, Zifa jatuh! Lututnya berdarah. Banyak banget lagi. Hiih, ngeri deh," Zunisa bergidik ngeri di ambang pintu.
Perut Virgo mencelus mendengar kata 'berdarah'. Dia tahu benar Zifa paling takut sama yang namanya darah. Dia pun merogoh laci dan mengambil tas bekal makan untuk Zifa. Kemudian berlari ke arah orang-orang itu pergi.
"Bren! Bentar lagi bu Harni dateng! Woi!"
Saking kalapnya, Virgo sampai tak mengindahkan pekikan Difta sama sekali. Kakinya terus berlari mengejar orang-orang yang membawa tandu itu. Menyerobot kerumunan anak yang tengah menyesaki koridor.
●●●
Napas Virgo tersengal-sengal. Dia melanjutkan larinya melewati lorong-lorong rumah sakit. Cuma demi seorang Zifa dia sampai rela lari meninggalkan pelajaran Bu Harni yang notabenenya salah satu guru perempuan killer seantero SMANSA.
Di salah satu sisi koridor yang agak sepi, didapatinya Raka yang duduk di depan Zifa di kursi lobi. Zifa tampak mengangguk-angguk dengan wajah murung yang masih tersisa di depan ayah Virgo tersebut. Matanya sembap. Lutut kirinya sudah diperban dengan posisi kaki lurus. Pasti sakit untuk ditekuk.
"Ayah?" Virgo bergumam.
Mereka berdua sontak mendongak. Raka mengernyit. "Kamu ... bolos?" selidiknya intens. Meski Raka itu kadang suka bertindak konyol, tapi bukan berarti dia tidak bisa serius. Jangan salah. Tatapan matanya bahkan lebih tajam dari seekor elang melihat mangsa kalau sedang marah.
Virgo tertunduk. Raka kalau marah menakutkan. Dia memang tidak melampiaskan kemarahannya melalui mulut atau pun tangan. Tapi sikap diamnya terlalu mengerikan. Matanya mampu membunuh siapapun yang berani melawan.
"Kalau begitu, Zifa, Om pergi sebentar ya? Itu sudah ada Virgo. Nanti biar Om antar pulang." Raka mengacak-acak puncak kepala Zifa. Lalu bangkit.
"Kamu bolos buat ngantar bekal buat Zifa?"
Virgo hanya mampu meneguk ludah ketika ayahnya berbisik.
"Asal nggak sampai dihukum, lanjutkan."
Cowok itu langsung tersentak begitu Raka mengatakannya sambil menepuk bahu. Ayahnya nyengir. Ya ampun, Virgo pikir akan ada sidang besar-besaran nanti malam. Dasar Raka. Virgo hanya menggeleng-geleng bete' melihat kelakuan konyol ayahnya lagi.
Lagian mana ada, murid bolos bebas hukuman?
"Kenapa bisa jatuh?" Virgo membukakan bekal makan untuk Zifa.
"Sebenernya nggak jatuh, Vir." Nyatanya sampai sekarang Zifa masih sedikit terisak. "Tadi itu lompat jauh. Awalnya semua aman-aman aja. Waktu giliran gue di pasirnya ada kaca. Terus nancep di lutut. Perih banget, tau nggak?" terangnya dengan suara bergetar.
"Tiba-tiba ada kaca?"
"Iya. Aneh nggak, sih? Jangan-jangan ada yang sengaja naruh."
Virgo mengernyitkan dahi. Dalam hati sebenarnya dia cukup setuju dengan perkiraan Zifa. Tapi ...