Sekeping Hati Gendis

Ratu Rianti
Chapter #3

#3 Sendu

🌾🌾🌾

Memecah keindahan kala hati terjerembab dalam lara, hanya menyisakan air mata. Kehidupan yang dulunya sempurna kini hampa, saatnya mengumpulkan kepingan kekuatan yang tersisa.

🌾🌾🌾

Gendis menghampiri ibunya di kamar, nampak seorang wanita dengan wajah sayu tergeletak di tempat tidur. Bibirnya terkatub rapat, matanya terpejam. Guratan wajah yang menyimpan kesedihan mendalam, selimut menutupi seluruh tubuhnya. Usianya sekitar empat puluh tahunan.

Gendis menatap wanita yang telah melahirkannya, batin gadis itu seperti teriris. Sepeninggal ayahnya semua jadi berubah, nyaris tidak pernah terdengar suara ibunya, hanya anggukan dan gelengan saja sebagai tanda.

Senyum di bibirnya pun seperti menghilang, turut pergi bersama suaminya.

Gendis meninggalkan ibunya, ia biarkan wanita yang dicintainya mereguk mimpi. Perlahan ia menutup kembali pintu kamar. Gadis lembut itu lalu menyusul adiknya ke dapur untuk menyiapkan makanan, Damar begitu bersemangat membantu kakaknya. Salwa dengan cekatan menyiapkan bahan yang diperlukan, kerja sama yang apik tercipta.

"Mbak, kita mau masak apa?" tanya Damar, wajah polos anak usia tujuh tahun itu begitu bahagia karena sebentar lagi perutnya akan terisi makanan. Dia tidak pernah peduli apapun masakan kakaknya semua ia suka, namun sayang kadang perutnya harus sabar jika tak ada makanan.

"Sudah nggak usah banyak tanya, lihat saja. Ini masakan istimewa," jawab Salwa, gadis kecil berambut lurus itu menggoda adiknya. Tangannya dengan cekatan mengupas bawang, bibir mungilnya tersenyum hingga menampakkan barisan gigi putihnya.

Gendis hanya tersenyum sambil memandang wajah kedua adiknya, muncul rasa bersalah sebagai kakak ia belum mampu memenuhi kebutuhan mereka. Ia masih harus bersabar dengan kondisi yang ada, uang yang ia terima dari pekerjaannya tidak cukup untuk keperluan mereka.

Beberapa menit berlalu makanan sudah siap dihidangkan, Gendis menyajikan makanan kedalam tiga piring, aroma nasi goreng buatan mereka begitu menggoda. Padahal hanya dibumbui bawang merah dan bawang putih yang ditumis dengan sedikit minyak dan garam, ini saja sudah menjadi makanan yang begitu istimewa bagi mereka.

Damar sudah siap dengan sendok ditangan, Salwa tidak mau ketinggalan. Mereka bertiga sudah duduk di meja makan siap menyantap nasi goreng istimewa buatan mereka bertiga.

"Ayo Damar, pimpin doa ya," ucap Gendis sambil memandang wajah polos adik bungsunya.

Damar segera mengangkat kedua tangan dan melafazkan doa sebelum makan dengan sempurna. Gendis dan Salwa mengaminkan, tidak menunggu lama ketiganya begitu asik menikmati makanannya.

"Mbak, aku pengen dech punya buku cerita," pinta Salwa sambil membereskan piring dan gelas bekas mereka makan.

"Boleh, tapi sabar ya, sekarang Mbak belum punya uang nanti kalau Mbak sudah punya uang in syaa Allah akan Mbak belikan."

Gendis mengusap kepala Salwa, adiknya ini memang suka sekali membaca. Setiap tiga hari ia pasti meminjam buku dari perpustakaan sekolahnya, ketika jam istirahat ia tidak akan kemana-mana selain ke perpustakaan membaca berbagai buku.

"Iya Mbak." Senyuman manis menghiasi wajah jelita Salwa.

Pilu menghampiri batin Gendis, ia menarik napas panjang mencoba menghilangkan beban berat yang menghimpit dadanya. Pintanya dalam hati semoga Allah segera memberi rezeki berlimpah pada mereka.

Jelang magrib Gendis menghampiri ibunya, wanita di atas pembaringan itu masih diam, kedua matanya tertutup rapat.

"Bu, sudah mau magrib. Ibu bangun ya ...," Gendis berbisik di telinga ibunya.

Perlahan Gantari membuka matanya, wajahnya datar tak ada respon apapun.

Lihat selengkapnya