Kegundahan dan waswas masih membuntuti Alim sepulangnya dari beranda rumah Pak Dipon. Kendati begitu, dia tetap berpikir makin keras, makin berkeras hatinya untuk teguh.
Di jalan setapak yang Alim lalui, kedua mata kakinya berbelok menuju Masjid Al-Hijrah. Dia tunaikan tahapan salat satu demi satu hingga kepalanya menoleh ke kanan ke kiri serta menggumamkan salam. Seberat apa pun beban hati dan pikirannya—sepanjang pengalaman hidup Alim—melalui salat-lah beban-beban itu dapat luruh sedikit demi sedikit. Selalu saja Alim mendapatkan solusi usai mendirikan salat, tatkala dia muhasabah, bertekur di dalam tempat semacam itu.
Hidup di dunia adalah masalah. Setiap masalah hidup di dunia pasti ada jalan keluar. Dan berani melintasi waktu hidup di dunia, berjibaku dengan masalah hidup hingga jatah waktunya hidup berakhir, maka masalah hidup pun akan berakhir dengan azali. Itu sejatinya sebuah solusi masalah hidup di dunia.
Pada ufuk perspektif semesta pikiran manusia lainnya: hidup adalah anugerah. Dari takada, menjadi sesuatu. Dari sesuatu, memberikan manfaat bagi sekeliling. Laksana suluh menyala pada batang bambu yang dibawa Pak Juang almarhum meniti jalan setapak menuju langgar. Batang suluh menyala sang guru ngaji itu menyuluh batang suluh Alim kecil di tengah jalan setapak yang gelap. Maka tiba mereka bersua di Langgar Desa Lembah dengan selamat.