Waktu berlalu begitu saja, menyambut dan melepaskan hari-hari awalku di Sekolah Atap Tinggi. Aku, Tn Rama, dan Ny nDuru – bak tiga sekawan, yang sering bersama dalam setiap penugasan yang diberikan, baik oleh Tn Tomo maupun pihak yayasan. Seperti yang terjadi hari itu, 23 Januari 2011. Kami mendapat tugas untuk melakukan wawancara terhadap beberapa siswa di kelas-kelas yang telah ditentukan.
Aku mendapat tugas untuk mewawancarai lima orang siswa di kelas 1B dan 2C. Sedangkan Tn Rama mendapat tugas serupa di kelas 3B dan 4B; dan Ny nDuru di kelas 5C dan 6A. Kami pun selanjutnya masuk ke kelas-kelas yang sudah ditentukan oleh guru mentor kami, Tn Siwi.
Sebelum masuk ke kelas-kelas tersebut, kami bertiga mendapatkan pengarahan dari Tn Siwi. Daftar pertanyaan rupanya sudah disiapkan pihak sekolah, sementara itu kami juga diberikan kebebasan untuk menyusun daftar pertanyaan tambahan sesuai keperluan masing-masing.
“Nn Sri, silakan wawancara anak-anak saya kapan saja,” kata Ny Goeng, guru kelas 1B kepadaku.
Aku hanya mengangguk. “Apakah saya boleh wawancara siswa selama proses pembelajaran berlangsung di kelas?” tanyaku.
“Boleh, Nn Sri. Atur saja yang terbaik, ya!” sahutnya.
Aku belum sempat mengucapkan terima kasih kepada Ny Goeng. Perempuan tinggi semampai itu bergegas melangkah keluar ruang guru dan menghilang di tikungan koridor sekolah. Tiga detik kemudian, bel masuk kelas berbunyi.
Segera kusiapkan buku catatan dan alat tulisku. Dengan tergesa aku menuju ruang kelas 1B yang ada di Gedung Bujursangkar.
Aku tergopoh-gopoh menyusuri beberapa lorong yang akan menghantarkanku ke ruang kelas 1B. Saat hendak tiba di lokasi yang kutuju, di salah satu tikungan, kulihat 2 anak yang sedang bermain bersama di atas kursi panjang - yang berjajar rapi di sepanjang lorong.
Secara spontan kuhampiri kedua anak itu. “Halo adik-adik, kok masih bermain di sini? Ayo masuk kelas dulu, ya? Bel sekolah sudah berbunyi barusan,” sapaku.
Mereka terlihat santai saja mendengarkan kata-kataku. Mereka sempat saling bertatapan satu sama lain, lalu tertawa-tawa begitu saja - seolah tak mempedulikan nasihatku.
“Kalian kelas berapa?” selidikku kemudian.
Lima detik berlalu. Keduanya berdiri lalu beringsut meninggalkanku begitu saja.
“We are class 1B, Ms Sri [19],” teriak mereka berdua lalu menghilang di balik pintu kelas yang kutuju.