Sekolah Atap Tinggi

Agus Puguh Santosa
Chapter #9

Titik-Titik Penyusun Tanya

“Ny Sri, kamu ndak ikutan tes calon pegawai pemerintah?” tanya Nn Baiti siang itu.

Aku hanya menggeleng. Kuteruskan pekerjaanku. Jari-jemariku terus menari lincah di atas tombol papan ketik laptop tuaku.

Sesaat kemudian Nn Imah menimpali ucapan sahabat karibnya, “Masih ada waktu, Ny Sri. Kami berdua sudah daftar kemarin lusa secara daring [32].”

Kali ini suaranya Nn Imah penuh keyakinkan, bak seorang sales marketing [33] yang sedang menawarkan produknya ke calon konsumen.

Kuhentikan aktivitasku. Kutarik napas dalam-dalam, sambil menatap permukaan dinding yang mengelilingi ruangan ini. Hanya ada aku dan mereka berdua.

Tak seberapa lama kemudian, pintu ruangan guru terdengar dibuka dari luar. Tn Lang masuk tergopoh-gopoh, lalu meraih tumpukan kertas di meja kerjanya. Lelaki muda itu tidak banyak berkata-kata.

Hanya dalam hitungan detik, bayangannya menghilang usai menutup pintu ruang guru dengan setengah terbanting. Kami bertiga saling berpandangan sesaat lamanya, mirip seperti orang-orang yang keheranan; namun sejurus kemudian, kami menganggap peristiwa ini biasa saja, karena memang sudah sering terjadi yang seperti ini.

“Nn Baiti, apakah kamu sudah membuat rangkuman tugas membaca buku yang diberikan Tn Kepsek?” selorohku seakan lupa dengan percakapan terakhir kami sebelumnya.

“Di internet banyak saja, Ny Sri,” cerocos Nn Baiti enteng sembari mengedipkan mata kirinya kearah Nn Imah.

“Benar, Ny Sri. Tugas menulis seperti itu mah nggak penting! Hanya buang-buang waktu saja. Ny Sri paham kan, harusnya guru-guru zaman now itu wajib berpikir smart. Kalau bisa digampangin, kenapa harus dibuat susah?” kata Nn Imah sok bijak.

Dengan setengah berbisik, Nn Baiti lagi-lagi melanjutkan, “Sssttt…., di sini kita ini sebenarnya hanya bekerja sebagai budak korporat [34], jadi buat apa kerja lurus-lurus sepertimu, Ny Sri?"

Aku hanya terdiam mendengar penghakiman kedua orang di hadapanku. Sejujurnya,... dalam hati ingin kuiyakan ucapan-ucapan mereka. Namun idealisme yang berusaha kuhidupi selama ini tak dapat kukesampingkan begitu saja.

Sebagai seorang guru yang menjunjung tinggi integritas, haram bagiku untuk menempuh jalan pintas seperti mereka.

Karena aku tak banyak bereaksi untuk menanggapi ucapan-ucapan dari Nn Baiti dan Nn Imah, maka kedua rekanku ini seolah masih belum puas dan tetap berhasrat untuk menyerangku lagi.

“Wah, Ny Sri, kamu baru saja masuk nominasi guru berprestasi di bidang teknologi. Percuma saja dapat ilmunya, kalau tidak dipraktikkan di sekolah,” sindir Nn Imah.

Kini perasaan hatiku mulai bergejolak. Dengan suara geram yang kutahan, kutatap keduanya lekat-lekat secara bergantian. Tak berapa lama kemudian, mereka cekikikan, sebelum akhirnya ngeloyor pergi keluar ruangan.

Kubenahi posisi dudukku. Aku masih memerlukan beberapa paragraf lagi untuk merampungkan tugas laporan membaca minggu ini.

Kuseruput sisa teh hangat yang masih tersisa di cangkir keramik kesayanganku. Lalu kupandangi bingkai foto berukuran kecil yang ada di atas meja kerjaku. Foto diriku yang kubuat persis satu minggu, usai aku dinyatakan lulus wawancara dan diterima secara sah sebagai guru di sekolah ini.

Sebenarnya aku ingin menambahkan sebuah bingkai foto lain di atas meja ini. Dan bingkai foto tersebut sudah aku siapkan setahun kemarin, namun urung kubawa ke sekolah. Aku teramat takut dan khawatir, jika suami dan anak-anakku nanti terkena penyakit ain [35].

Aku masih ingat betul apa yang menimpa Ny Sisi - yang hingga hari ini masih dirawat di rumah sakit. Konon ia mengidap penyakit yang tak jelas. Sehari sebelum ambruk, Ny Sisi masih sehat dan bugar. Dia bahkan tampak sangat bergembira, usai dinobatkan sebagai juara pertama lomba menyanyi solo di Kantor Walikota Pakuwon.

Selama sehari penuh, Ny Sisi mengunggah beberapa foto dirinya yang berdiri tersenyum memegang piala, piagam, dan hadiah. Sebagian foto menampakkan sosok Ny Sisi dan pemenang lomba lainnya yang berfoto bersama walikota dan pejabat teras Kota Pakuwon.

Dan belakangan beredar kabar bahwa Tn Tomo dan beberapa guru senior di sekolah ini sempat mengungkapkan sikap iri dan dengkinya atas prestasi yang diraih Ny Sisi.

Sebenarnya Ny Sisi adalah korban kesekian di sekolah ini. Dua bulan lalu, bayi Tn Adab tiba-tiba kejang dan demam. Peristiwa itu terjadi sehari setelah Tn Adab mengunggah foto bayinya yang baru merayakan ulang tahun pertama.

Lagi-lagi menurut kisah yang kudengar, beberapa guru di sekolah ini menunjukkan sikap tak senangnya. Sebagian dari mereka kuketahui mengalami konflik dan keretakan rumah tangga.

Selama 13 tahun mengabdi di sekolah ini, kasus yang dialami Ny Sisi maupun Tn Adab hanya dua peristiwa di antara banyak peristiwa lain, yang sebagian di antaranya terkesan janggal dan aneh. Salah seorang guru yang sudah mengundurkan diri nyaris mengalami depresi berat, dan sempat menyebabkannya menjalani perawatan intensif di rumah sakit jiwa.

Ada juga salah satu guru berprestasi - dulunya sehat bugar selama rentang waktu lima tahun berturut-turut, namun kemudian mendadak sakit-sakitan, dan harus bolak-balik ke rumah sakit demi mempertahankan hidupnya.

Lihat selengkapnya