Setelah seminggu berada di Bandung, anak bungsu dari Fattuhrohman Zain itu tidak terlihat ada masalah. Sejauh ini, Fattah nampak senang dan nyaman dengan lingkungan barunya. Setiap minggu, Zain sempatkan untuk menemani anaknya di Bandung. Selebihnya, Fattah hanya tinggal bersama pembantu yang menjaga rumah tersebut sejak ia kecil.
Senin pagi di minggu ke dua setelah Fattah resmi menjadi murid di sekolah milik Zain, ia tak pernah mempermasalahkan lingkungan baru tersebut, walau banyak perbedaan dengan tanah kelahirannya. Bagi Fattah, sekolah di mana saja tidak masalah, asal bisa belajar dengan nyaman dan identitas dirinya sebagai anak pemilik yayasan tidak diketahui teman-temannya.
Seorang siswa berjalan dengan gaya sok cool-nya. Pemuda itu membawa ransel biru dengan baju seragam dikeluarkan dengan kancing sedikit berantakan. Seluruh siswa yang melihatnya berjalan tentu merasa takjub dengan ketampanannya, terutama, para siswi SMA Sabilul Huda. Pemuda dengan badan tegap dan warna kulit putih tersebut tak lain adalah Fattah, ia melangkahkan kaki menuju kelas XI-IPA-3.
"Woy, Bro!" sapa Reza mengulurkan tangannya pada Fattah yang baru saja datang.
Fattah membalas uluran tangan Reza dengan tepukan khas para remaja laki-laki. "Woi!" sahut Fattah dan segera duduk di dekat Sahid.
"Eh, itu di luar mau pada ngapain?" tanya Fattah.
Tidak hanya indeks prestasi saja yang membuat SMA Sabilul Huda terkesan baik, tetapi lingkungan serta fasilitas yang ada di sini juga menduduki peringkat atas dari sekolah Islam lainnya. Selain keadaan bangunan, beberapa organisasi di dalam pun berjalan dengan baik, terlebih OSIS-nya.
Setelah OSIS periode tahun lalu memberikan inovasi membentuk ekstrakurikuler baru untuk SMA Sabilul Huda. Tak terasa, ternyata masa jabatan mereka di tahun ini telah selesai dan akan segera tergantikan dengan penerus yang tak kalah baikknya.
Lapangan upacara sekaligus area olahraga SMA Sabilul Huda hari ini berubah menjadi tempat untuk pemilihan ketua OSIS. Seluruh siswa pun wajib menggunakan haknya untuk memilih calon pemimpin yang akan menjabat selama satu tahun ke depan, tak terkecuali Fattah yang berstatus sebagai murid baru.
"Kan, mau pemilihan ketua OSIS," ungkap Sahid.
"Oh, iya? Kok, gue nggak tahu, ya!"
"Bukannya waktu itu teh kamu godain Jamilah, pas dia lagi menyampaikan visi-misi?"
"Cuma godain doang, gue nggak tahu kapan pemilihannya."
"Ngomong-ngomong, kalian mau pilih siapa?" tanya Reza.
"Urang mah, ngges pasti milih Jamilah, atuh!"13
"Gue lupa siapa aja calon-calonnya, kecuali si Jamilah!"
"Udah, pilih Cinta aja! Gua juga mau pilih Cinta. Soalnya dia cantik!" ujar Reza.
"Jangan pilih Cinta! Nanti OSIS kita teh jadi lahan buat jualan skincare sama dia!"
Fattah seketika terkekeh. "Lu kenapa bisa mikir ke situ?"
"Lha, iya. Lihat aja, tuh, nggak cuma di Instagram dia promo skincare, di chanel youtube-nya juga suka ada tutorial make up. Mana nggak pakai kerudung lagi, nggak malu apa! Dia, kan, siswi di sekolah Islam!" tutur Sahid.
"Ulah sirik ari maneh!14 Itulah tanda kecantikan yang hakiki!" ujar Reza.
"Kecantikan yang hakiki itu di sini." Sahid menyentuh dada sebelah kirinya. "Bukan di wajah!"
"Lagian, dia, mah, orang Jakarta aslinya. Makanya, perilakunya gaul-gaul begitu. Nggak kayak kita yang ndeso!" ungkap Reza.
"Siapa bilang orang Jakarta perilakunya gaul-gaul?" tanya Fattah.
"Di tivi, kan, begitu!"
"Nggak semua orang Jakarta begitu, kali!"
"Iya, tuh, dasar boloho, sok tahu!" pekik Sahid.
"Meneh, tuh, anu sok tahu!"
"Eh, emang siapa yang orang Jakarta?" tanya Fattah.
"Cinta, salah satu calon ketua OSIS kita."
"Ulah15 sok tahulah!" ujar Sahid.
"Hiih, Boloho! Siapa yang sok tahu? Gua kepoin Instagram-nya, dia juga pernah nge-vlog. Katanya, tinggal di Bandung itu karena mami papinya cerai! Cinta sama maminya, papinya di Jakarta sama kakaknya. Pernah bikin status juga, katanya 'Nggak sabar pengin liburan, ketemu my brother di Jakarta.' Begitu!"
"Udah! Udah! Kalian nggak usah debat. Calon ketos, kok, cewek semua, ya!" ujar Fattah.
"Kan, ada calon laki-laki juga si Kosim, nomor dua itu, lho, Tah," ucap Sahid.
"Ya, udah. Kalau gitu gue pilih dia ajalah!"
Setelah terjadi obrolan singkat seputar calon Ketua OSIS, Fattah dan kedua temannya pun pergi ke lapangan sekolah untuk menggunakan hak memilih mereka sebagai warga SMA Sabilul Huda. Mereka bertiga harus mengantre lama agar bisa masuk ke ruang pemilihan tersebut.
***
Jamilah, bersama siswi lain berpakaian lebar dan kaca mata usang yang menempel di depan mata, sedang duduk di ruang rohis khusus putri. Gadis yang menjabat sebagai Ketua Rohani Islam Putri itu pun sedang sibuk memperhatikan berkas-berkas keorganisasian. Sedangkan Alvani, sahabat Jamilah yang semula membaca buku, tiba-tiba saja menutup bahan bacaanya dan meletakkan benda tersebut di hadapan Jamilah.
"Jah, pengumumannya kapan?" tanya Alvani.
"Setelah selesai pemilihan, maka langsung perhitungan suara dan diumumkan, Van."
"Jah, kalau kamu nggak menang, gimana?"
"Yah, berarti, itu yang terbaik. Yakin aja, bahwa semua takdir Allah itu pasti yang terbaik!"
"Berarti, nanti program hafalan Qur'an sama pemberantasan pacaran di sekolah kita, batal, dong?"
"Tandanya, Allah mau, hafalan dan aturan nggak boleh pacaran itu dimulai dari anggota rohis dulu. Kita harus bisa jadi contoh!" ungkap Jamilah.
Obrolan keduanya pun berlanjut hingga Jamilah menjelaskan dengan baik sesuai ilmu pengetahuan yang didapatkan dari guru serta abinya.
"Kita harus ingat akan firman Allah di Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 216, Van. Yang artinya itu, 'Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.' Menurut kita, aku menjadi Ketua OSIS itu hal yang baik, tapi, kita nggak tahu bagaimana kalau di mata Allah, kan?"