Sekukuh Karang Seluas Samudera

Redy Kuswanto
Chapter #15

Dilema

Yogyakarta, 2020

BAYU bukan tidak paham hubunganku dengan Atma. Sejak awal bertemu, dia sudah tahu siapa lelaki yang kerap menjemputku selepas kerja. Dia juga tahu bahwa aku dan Atma sudah bertunangan. Lambat laun, lelaki berkulit cokelat itu juga tahu jika hubungan kami bermasalah. Namun, justru itulah yang membuatnya berani mengungkapkan suara hati. Katanya, dia tidak mau melihat aku menderita dan tersiksa. Pernah kukatakan bahwa aku bahagia dan fine-fine saja.

“Nggak, Tik. Kamu nggak bahagia, dan kamu nggak baik-baik saja,” sangkalnya suatu ketika. “Yang kulihat, pelan-pelan kamu sedang menggali lubang jebakan bagi dirimu sendiri.”

Aku memandanginya serius. “What do you mean by that?”

“Apa aku yang harus menjelaskannya, heh?” Bayu menantang mataku, lalu menurunkan nada bicaranya sedemikian rupa. “Kamu tahu apa yang aku maksud….”

I’m serious. Apa maksudnya menggali lubang jebakan itu?”

Bayu menyondongkan tubuhnya ke arahku, menumpukan kedua sikunya di meja, hingga membuat jarak wajah kami begitu dekat. “Ketidaktegasanmu bersikap, akan menjadi bumerang bagimu,” ujarnya lirih dan perlahan. “Semakin lama kamu bertahan, semakin sulit pula bagimu lepas dari dia. Semantara di sisi lain, kamu tidak bahagia bersamanya. Kalau ini terus dibiarkan, kamu akan terjebak dalam situasi rumit yang sebenarnya kamu ciptakan sendiri.”

“Begitu?”

“Aku bukan orang yang pandai merangkum kalimat indah, Tik.” Bayu tertawa menyadari kebingunganku. “Tapi aku yakin kamu sebenarnya paham. Jujur, kamu bimbang, kan?”     

Barangkali Bayu benar, aku memang sangat bimbang untuk menetukan langkah. Bahkan sekarang, katika aku sudah mengambil sikap pun, keraguan itu masih saja bertahta. Sejujurnya keputusan ini sudah bulat. Aku paham bagaimana warna hatiku. Siapa pun rasanya tidak ingin hidup dalam ketidakpastian yang sama sekali tidak membahagiakan. Ini tentang aku. Ini tentang kebahagiaanku. Namun, pernahkah kupikirkan kebahagiaan ibu? Pernahkah aku bertanya, bagaimana perasaan ibu setelah kuputuskan ikatan kami tanpa dia tahu? Ya, ibu adalah orang yang paling bahagia ketika kuterima lamaran Atma. Setidaknya…itulah yang mampu aku baca.

Piye, katanya mau bicara? Tapi kok diam saja?” Bayu menyentuh tanganku, dan seketika menyadarkan sudah berapa lama kami saling diam. “Mau pesan makanan dulu?”

“Sawahnya bikin adem ya,” kataku, sekadar mengalihkan keterkejutan. “Tumben, Rosella Easy Dining ini masih buka. Padahal resto gede. Bukannya kota sudah lockdown, ya?”

Bukannya menjawab, justru Bayu semakin lekat memandangiku. Bibirnya yang bergaris tegas, menyunggingkan segaris senyum yang sengaja ditahan-tahan.

“Kamu tuh lucu... kalau lagi grogi gitu.”

“Gombal teruuss….”

Lihat selengkapnya