Sekukuh Karang Seluas Samudera

Redy Kuswanto
Chapter #1

Prolog

TELAH kukebalkan jiwa ini pada lara tersebab asmara. Aku telah berulang kali mencoba untuk selalu tegar dan kukuh berdiri ketika sakit dan terluka. Terpuruk, terempas dan lesap, tentu saja aku pernah mengalaminya. Kerap bahkan. Namun yang paling membekas dalam ingatan adalah, dikhianati dua lelaki tempat kutambatkan segala harap. Dua lelaki yang kepada mereka aku mampu melaungkan sejuta lara. Ya, dua lelaki, dua masa dan dua peristiwa di tempat yang berbeda. Hari pernikahan yang tinggal menghitung hari, kandas hanya karena lemahnya hati mereka. Orang ketiga. Itulah penyebab utama yang kutemui.

Tidak. Aku tidak sedang meratap. Tidak juga tengah mengingat keduanya yang telah kukubur dalam sejak lama. Aku hanya ingin mengeja rasa dan menilai kekuatan diri. Ternyata memang aku lemah, tak seperti yang kupikirkan. Sekuat apa pun mencoba menjadi tangguh, tetap saja aku tidak bisa melawan kodrat.

Berkaca pada dua peristiwa pilu yang membuatku seolah tidak percaya pada janji-janji para lelaki tidak bertanggung jawab, kini aku harus bisa tegas bersikap. Ya atau tidak. Bukan kata ‘mungkin’ atau ‘terserah’. Telah kusaksikan banyak jenis peristiwa. Pilu, tragis, dan lara adalah tiga dari sekian kejadian di depan mata. Bukan aku pelakon yang sesungguhnya, melainkan orang-orang yang kusayangi. Pelakon utama adalah Emak Sati, perempuan berjiwa seluas samudera dan berhati sekukuh karang. Dialah yang menjadi saksi atas segala cobaan mendera.

Kepada dia seharusnya aku belajar bagaimana meluaskan jiwa. Kepada dia selayaknya aku berguru bagaimana mengukuhkan hati. Aku telah bersamanya menjalani hidup. Dua puluh empat tahun, bukanlah waktu yang sebentar. Dia perempuan yang kupuja. Perempuan yang tidak pernah lelah mengalunkan syair-syair cinta dan kedamaian. Perempuan yang selalu mendongengkan kisah patriot penuh wejangan di masa kanak. Perempuan 78 tahun yang telah memberiku hidup. Dia yang tidak pernah melahirkanku, tetapi kupanggil ibu. 

Lihat selengkapnya