Sore hari matahari mulai akan tenggelam di ufuk bagianbarat. Perlahan mulai menurunkan dirinya ke posisi yang lebihrendah. Membentuk lingkaran yang menghasilkan warna jinggayang indah dan memukau. Di bagian pegunungan ataupersawahan sunset akan telihat seperti nyala lampu yang bersinar. Tapi akan terasa beda jika matahari yang terbenam diatas laut, sungai atau pun danau, pantulan warna jingganya akanmenghasilkan bayangan membentuk matahari kembar daripantulan di atas air. Menambahkan kesempurnaan yang luarbiasa, hingga warna air pun bisa berkamuflase menjadi jingga.
Seperti yang terjadi di atas Danau Tempe saat ini, terjadipantulan jingga dari cahaya matahari yang terbenam. Tidak salah setiap sore dijadikan destinasi wisata dalam kota baik bagipribumi maupun turis yang datang dari mancanegara. Para pemuda maupun pemudi memenuhi tempat tersebut, begitu juga orang tua maupun anak anak turut menikmati senja di sore hariapalagi ditemani secangkir teh atau kopi menambah kepuasantersendiri.
Di sekitar Danau Tempe terlihat tempat duduk yang terbuatdari kayu, berjejer pedagang makanan dan minuman. Selain ituterdapat penyewaan perahu kretek untuk berkeliling di sekitardanau.
Gendis yang duduk seorang diri, menatap tajam ke arahsunset. Matanya tak berkedip sama sekali seakan ada sesuatuyang tersimpan. Gendis pun tak sadar jika ada suara yang memenggilnya.
“ Ibu…,ibu….” teriak seorang anak gadis yang berumur 10 tahun memanggil ibunya.
“ Ibu…..,ibu…,Putri mau makan indomie , apa boleh?” teriaknya lagi.
“ Ayah, Ibu gak dengar. Ayah, apa boleh Putri makan mie?”tanyanya kepada ayahnya.
“ Ntar Ayah bilang sama ibu dulu ya, nanti kalau gak bolehgimana? Ayah takut juga loh diomelin ama ibu!” ucap Ayah.
“ Maaf Bu, pesanan saya tetap di bikin kan , nanti saya datangambil balik !” tanya ayahnya Putri.
“Baik Pak,” balas pemilik café.
“ Putri makan gorengan di sini dulu ya, Ayah ke tempat ibu duluok?” tanya Ayahnya.
“ Iya Ayah,” balas Putri.
Ayahnya Putri pun berjalan menuju ke arah istrinya yang sedang duduk menyendiri. Di lihatnya Gendis dengan senyumanlalu duduk dan mengamati apa yang terjadi terhadap istrinya. Iapun lalu duduk mendekati istrinya.
“ Oh ternyata karena sunset ini ya, hingga tak mendengarkansuara anaknya?” tanya suaminya.
“ loh…sudah pesan makanann ta ?” jawab Gendis dengankesadaran yang belum pulih.
“ Sebenarnya istriku ini lagi mandang apa sih , aku jadipenasaran sampai suami dan anaknya gak digubris?” balassuaminya.
“ Hanya memandang sunset yang ada di depan mata.” balasGendis.
“ Kok sampai serius banget, sunset kan setiap hari sama aja gak ada yang beda!” seru suaminya. memandangi sunset yang adapas dihapannya.
“ Iya sama, tapi entah kenapa aku melihat sunset yang sekarangini justru mengingatkan ku dengan kejadian yang telah berlalu. Dulu waktu aku masih SMP , aku juga pernah melihat sunset yang seperti ini, Mas. Sunset yang aku lihat dulu pantulannyabukan berasal dari Cahaya jingga matahari itu sendiri , tapicahayanya berasal dari pantulan api dari ban yang terbakar.” Balas Gendis menatatap wajah suaminya.
“ Emang ada seperti itu? kok aku baru tahu,” jawab suaminyapenuh senyuman dan mencubit pipi Gendis.
“ Ah…, sakit Mas,” teriak Gendis memukul tangan suaminya.
“ Nah, itukan kamu baru sadar mana ada seperti itu, ada ada ajakamu tu,” balas suaminya seakan tak percaya namun penuh rasa penasaran.
“ Kalau gak percaya ya uda, aku mengalaminya sendiri kok,” jawab Gendis dengan nada kesal ke suaminya.
“ Iya iya, aku percaya.Tapi kok kamu gak pernah cerita samasaya to Dek?” tanyanya menatap wajah istrinya.
‘Ibu..., aku boleh makan mie nggak ?” tanya Putri dari belakang.
“ Nggak boleh, kemarin uda makan mie, masa hari ini makanmie lagi,” balas Gendis.
“ Ayah….., boleh ya Ayah….?” teriak Putri ke arah wajahayahnya dengan penuh rasa imut.
Ayahnya pun luluh dan berusaha untuk membujuk Gendis agar Putri di perbolehkan makan mie. Dan pada akhirnya ibu dan anak makan mie juga.
Tak terasa sunset telah tenggelam setengah lingkaran, suasana pun mulai masuk menjelang magrib, Gendis besertasuami dan anaknya memutuskan untuk pulang. Di perjalananpulang mereka singgah di mushollah untuk sholat magrib. Tidak cukup setengah jam mereka telah sampai di rumah.
Seperti biasanya, Gendis melakukan tugasnya sebagai iburumah tangga. Ia menemani anaknya belajar dan membantumenatakan buku dan pakaian yang akan di pakai untuk sekolahesok hari. Tepat jam 9, ia pun menemani sang anak tidur di kamarnya. Tak terasa dirinya pun ikut tertidur di sampinganaknya.
“ Dek, bangun. Kamu tidur di sini atau di kamar?” tanya Mas Indra ( suami Gendis).
“ Nanti aku lihat Mas. Lagian aku juga belum sholat isya,” balasGendis.
“ Ya uda, tidur lagi aja!” balas Mas Indra sambil menuju kamarsebelah.
Gendis pun beranjak mengambil air wudhu dan segera sholatisya. Setelah sholat isya Gendis justru tak bisa tidur. Ia pun lalumenuju meja belajar, dan di bukanya lemari buku. Ia lalu tertujupada sebuah tas yang berisi foto-foto kenangan semasa sekolahdan kuliah. Di bukanya tas tersebut, dan dilihatnya satu persatualbum yang ada, dan album yang terakhir di lihatnya adalahalbum semasa SMP dulu. Selembar demi selembar di amatinyafoto kenangan, mulai dari kelas satu sampai kelas tiga, serta fotosaat kelulusan. Di akhir lembaran terdapat foto Gendis bersamaketiga temannya yaitu Jumi, Santi dan Mira.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki menuju meja belajar.