Sekuntum Teratai Untuk Ibu

Dia Rahmawati
Chapter #6

Gelap Ke Terang atau Terang ke Gelap. . . #6

Malam yang di lewati Gendis seakan seabad lamanya.Gendis yang terbangun hanya menghela napas panjang. Langkah kakinya lalu menuju jendela. Dibukanya tirai dan di pandanginya jam dinding ternyata masih pukul 04:00 dini hari. Dilihat ke dapur terasa sepi padahal biasanya ibunya sudah bangun memasak untuk persiapan jualan nasi kuning  di pasar.

Dibukanya pintu kamar ibunya, ternyata masih tertidur bersama adiknya.

        Gendis  lalu menuju ke kamarnya lagi. Ketika beranjak ke ranjang, tiba-tiba terdengar suara Talhim subuh yang berkumandang di surau(masjid kecil) kompleks rumah. Gendis lalu menata buku ke dalam tas untuk persiapan ke sekolah dan segera mengambil wudhu untuk sholat shubuh. 

Seketika datang ibunya Gendis dari arah dapur.

“ Loh mau ke sekolah ta Ndok? Apa ada mobil hari ini, kenapa gak libur ajha sehari ?” tanya Ibu sambil mempersiapkan sarapan.

“ Ndak tahu Mae, setidaknya pakaian lengkap aja dulu. Mae kok gak bangun masak,apa gak jualan?”tanya balik Gendis sambil memasang kaos kaki.

“ Ndak Ndok, Mae mau lihat situasine dulu karena gerobaknya rusak.” jawab Ibunya. 

“ Gus, pean sido muleh to dino iki (kak, kamu jadi pulang ka hari ini)?” tanya Ibunya Gendis (Gus panggilan saudar tua laki-laki)

“ Karuane dek( entah lah dek), masih(lihat) berita neng TV kok dimana-mana demo. Sa minggu maneh (seminggu lagi)” balas Pakde Herman sambil minum kopi dan menonton berita.

“ Ayo ndok cepat  bareng Mae berangkat, Mae juga mau ke pasar. Tole di rumah aja atau ikut  mae?” tanya Ibunya Gendis.

“ Tole di rumah aja ya sama Pakde, nanti di berikan jajan ama Pakde.” sahut Pakde Herman menggendong Rudi.

“ Yo wes Gus , tak berangkat dulu. Assalamualaikum.” ucap Ibunya Gendis.

“Waalaikum salam.” balas Pakde Herman.

 Gendis beserta ibunya pun berlalu keluar rumah.

Jarak rumah dan pasar yang dilalui  sekitar 1 kilo lebih. Gendis dan ibunya memutuskan untuk berjalan kaki.

        Di sepanjang perjalannan terdengar suara orang-orang  bercerita tentang kejadian kemarin. Suara yang terdengar tumpah tindih. Bahkan di depan rumah maupun lingkungan yang di lalui tak luput dari pembahasan. Ada yang membahas kalau anaknya ikut demo terluka,ada juga yang selamat, dan ada juga yang dilarikan ke rumah sakit.

“ Aduh…kasian anaknya siapa mi itu yang masuk rumah sakit kemarin?” tanya salah satu ibu yang berkumpul.

“ Tidak tahu mi juga,anakku ikut alhamdulillah selamat tapi temannya ada yang luka.” balas ibu yang satunya.

“Katanya dengar-dengar ada beberapa mahasiswa yang dibawa ke rumah sakit, tapi betul apa tidak ada satu yang kritis masuk di ruang ICU. Kasihan kenapa harus terjadi seperti ini.” ucap ibu yang satunya lagi sambil mengerus dadanya.

        Gendis dan Ibunya terus berjalan sambil mendengar, makin lama makin jauh,suara ibu nongkrong pun semakin  tak terdengar,hilang tenggelam oleh suara angin yang sepoi-sepoi.

Tak terasa Gendis dan ibunya  pun sampai di pasar.

“ Mbak tidak jualan kah ? Ramai orang cari nasi kuning mau makan orang?”tanya pedagang telur.

“ Tidak dulu Bu Mirna, belum tahu situasi apalagi gerobak juga rusak tidak bisa dipakai.” balas Ibunya Gendis.

“ Kenapa tidak jualan saja Mbak, pakai meja di depan tokoku mi sementara ?” tanya pemilik toko beras.

“ Nanti merepotkan Bu Haji Sinar karena depan toko ta juga proses pembersihan!” seru Ibunya Gendis.

       Gendis melirik  dan melihat wajah ibunya yang sedikit menyimpan kesedihan karena tempat mata pencariannya rusak dan tidak bisa terpakai.

“ Mae….., bagaimana ini, sampean gak bisa jualan , gak ada bapak yang perbaiki gerobak. Bapak masih ada di Jawa berobat belum pulang ?” tanya Gendis dengan mata yang berlinang.

“Udah, gak usah kamu pikirkan itu, fokus belajar dan sekolah. Nanti minta tolong sama Pakde mu dulu untuk bantu perbaiki gerobak, Pakdemu kan masih di rumah belum pulang jadi masih bisa bantu perbaiki gerobaknya .” balas Ibunya sambil memeluk Gendis dan mencium keningnya.

“ Ya uda pergi sekolah sana, kalau gak ada mobil ke sini lagi Mae tunggu.” ucap Ibunya.

Lihat selengkapnya