Kalau kalian bertanya tentang bagaimana dan kenapa aku bisa sampai berubah sedrastis ini, tentu mudah menjawabnya. Semua ini karena kasih sayang Allah yang lama kuabaikan itu tiba-tiba datang menyentuh hatiku dan meremukkan hatiku. Benar-benar lebur hatiku. Aku mati rasa, semuanya terasa hampa, namun Allah memberiku rasa yang baru.
Saat itu tepat kelulusan SMA. Aku terlibat perdebatan keras dengan ayah tentang masa depanku. Ayah selalu menekanku untuk belajar lebih keras dari orang lain tanpa ampun.
Aku lelah menjadi pecundang yang terus-menerus bersembunyi dibelakang kemunafikan. Aku dan ayahku muslim, tapi kita lupa diri. Aku bosan dengan kenakalanku saat remaja. Memang menyenangkan menjadi seorang penguasa di sekolah, punya banyak anak buah dan bisa melakukan apapun yang kumau. Puas rasanya telah melalui semua itu. Guru-guru pun tak bisa menghukum atau mengeluarkanku dari sekolah karena prestasiku yang selalu unggul, tapi disisi lain aku lelah, benar-benar lelah mencari perhatian ke semua orang karena aku tak memiliki keluarga yang hangat. Aku ingin merasakan kehangatan itu. Di manapun, akan kukejar.
Konyolnya pikiranku mengarah ke pesantren. "Ah, apa aku pantas tinggal di tempat seperti itu?"
Buntu yang kudapatkan. Akhirnya keputusan akhir adalah kuliah di Jogja. "Disana tak sekeras di Jakarta, bukan?" pikirku yang awam dengan dunia luar.
Ayahku mengizinkanku kuliah di Jogja. Tak peduli kampusnya apa dan tinggal di mana, yang penting Aku mendapatkan IPK sempurna itu cukup untuk Ayah. "Ah, Ayah bahkan nggak ngucapin selamat tinggal, atau pesan hati-hati dijalan." Aku sangat sedih. Di perjalnan menuju Jogja, aku hanya mampu menatap keluar jendela pesawat. Melamunkan hal-hal yang tidak jelas, pikiranku kacau.
"Mau jadi apa Aku nanti?" Aku belum tahu jawabannya.
Jogja. Akhirnya sampai juga. Di sinilah aku akan memulai kehidupanku yang baru. Nafas panjang kuhirup dalam-dalam, merasakan aroma kebebasan. Suara bising klakson memgiringi padatnya jalanan di persimpangan pasar demangan. Huft, Lega rasanya melepas udara Jogja yang kuhirup hari ini. Aku tak sabar melalui hari-hari di kampus. Dengan satu koper besar dan ransel besar ini langkahku mulai bergerak mendekati sebuah kost semi apartemen. Rumah baruku. Sepertinya persiapanku sudah sempurna sebelum berangkat kesini. Aku bisa langsung beristirahat.